Social Icons

Pages

March 21, 2013

Tafsir Surat Tentang Alam



BAB II
PEMBAHASAN
A.                Tafsir Surat al-Baqarah ayat 29

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”
1.      Kosa kata
Kata استوى pada mulanya bermakana tegak lurus, tidak bengkok. Selanjutnya, kata itu dipahami secara majasi dalam arti menuju ke sesuatu dengan cepat dan penuh tekad bagaikan yang berjalan tegak lurus tidak menoleh kekiri dan kekanan. Makna Allah menuju kelangit aadlah kehendaknya untuk mewujudkan sesuatu seakan-akan kehendak tersebut serupa dengan seseorang yang menuju ke sesuatu untuk memwujudkannya dalam bentuk seagung dan sebaiknya.
Sedangkan kata فسواهن yakni bahwa langit itu dijadikan-Nya dalam bentuk sebaik mungkin, tanpa sedikit aib atau kekurangan pun seperti diterangkan dalam surat al-Mulk ayat 3.[1]
2.      Penjelasan tafsir
Sayyid Quthub dalam tafsirnya berkomentar tentang ayat ini lebih kurang sebagai berikut “Banyak sekali uraian para mufassir dan teolog tentang penciptaan langit dan bumi. Mereka berbicara tentang sebelum penciptaan dan sesudahnya, juga tentang arti istawa (berkehendak menuju). Mereka lupa bahwa sebelum dan sesudah adalah dua istilah yang digunakan manusia dan keduanya tidak menyentuh sisi allah SWT. Mereka juga lupa bahwa kata istawa adalah istilah kebahasaan yang di sini hanya menggambarkan bagi manusia. Perdebatan yang terjadi dikalangan teolog muslim menyangkut ungkapan-ungkapan al-Qur’an itu, tidak lain kecuali salah satu dampak buruk dari sekian dampak buruk filsafat Yunani dan uraian-uraian tentang ketuhanan dikalangan orang-orang yahudi dan Nasrani yang bercampur dengan akal Islam yang murni. Tidaklah wajar bagi kita dewasa ini terjerumus dalam kesalahan tersebut sehingga memperburuk keindahan akidah Islam dan keindahan al-Qur’an. Pesan ayat ini adalah bumi diciptakan buat manusia. Dan kata buat manusia perlu digaris bawahi bahwa Allah menciptakannya agar manusia berperan sebagai khalifah, berperan aktif dan utama dipentas bumi ini; berperan utama dalam peristiwa-peristiwanya serta pengembangannya. Dia adalah pengelola bumi dan pemilik alat, bukan dikelola oleh bumi dan menjadi hamba yang diatur atau dikuasai oleh alat. Tidak juga tunduk pada perubahan dan perkembangannya yang dilahirkan oleh ala-alat, sebagaimana diduga bahkan dinyatakan oleh paham matrealistis”.[2]
Menurut Syekh Ahmad Musthofa Al-Maraghi makna ayat 29
 هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعا (Dialah Tuhan yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu) yaitu dalam memanfaatkan benda-benda di bumi ini dapat ditempuh melalui salah satu dari dua cara, yaitu:
1)      Memanfaatkan benda-benda itu dalam kehidupan jasadi untuk memberikan potensi pada tubuh atau kepuasan padanya dalam kehidupan duniawi,
2)       Dengan memikirkan dan memperhatikan benda-benda yang tidak dapat diraih oleh tangan secara langsung, untuk digunakan sebagai bukti tentang kekuasaan penciptanya dan dijadikan santapan rohani.
Dengan ayat ini kita mengetahui bahwa pada dasarnya memanfaatkan segala benda di bumi ini dibolehkan. Tidak seorangpun mempunyai hak mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah kecuali dengan izin-Nya.
ثم استوى إلى السماء (kemudian Dia menuju langit) yaitu:
Kata samaa artinya sesuatu yang jauh berada di atas kepala kita. Dan kata Istawaa berarti langsung menuju tujuan tanpa kecenderungan mengerjakan sesuatu yang lain di tengah-tengah menciptakannya.
فسواهن سبع سموات (lalu menciptakan tujuh langit) yaitu: Allah menyempurnakan penciptaan langit hingga menjadi tujuh langit.

B.                 Tafsir surat al-Mulk ayat 1-4
   
1. Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,
2. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
3. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?
4. Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam Keadaan payah.

Penjelasan Tafsir
Menurut Prof. Dr. Hamka makna ayat 1 adalah;
تبارك الذي بيده الملك (Maha Suci Dia, yang di dalam tangan-Nya sekalian kerajaan)
Bahwa ayat tersebut mengandung pengertian betapa Tuhan memberi ingatan kepada manusia dalam kerajaan dan kemegahan dalam dunia ini, bahwasannya kerajaan yang sebenar kerajaan, kekuasaan yang sebenar kekuasaan hanya ada dalam tangan Allah.
Segala kerajaan dan kekuasaan yang ada di muka bumi ini, bagaimanapun manusia mengejarnya atau mempertahankannya bila telah dapat diperoleh, tidaklah semua itu benar-benar kerajaan (kekuasaan). Bagaimanapun seorang Raja (Presiden) memerintah dengan segenap kekuatan, kegagahan dan kadang-kadang kesewenang-wenangan, namun kekuasaan yang seperti demikian hanyalah pinjaman belaka dari Allah dan tidak ada yang akan kekal dipegangnya terus.
Naiknya seorang penguasa pun hanyalah karena adanya pengakuan sedang Allah sebagai Maha Kuasa dan Maha Menentukan, tidaklah Dia berkuasa karena diangkat. Itulah sebabnya maka mustahil Allah itu beranak, sebab Allah itu hidup selama-lamanya dan Maha Kuasa untuk selama-lamanya.
وهو على كل شيء قدير (Dan Dia atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan) yaitu:
Sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa, pembagi kekuasaan kepada sekalian raja dan penguasa di dunia (di seluruh alam ini), baik di bumi atau di langit, Allah lah yang maha menentukan segala sesuatu. Segala sesuatu adalah meliputi segala sesuatu, baik yang sangat besar maupun yang sangat kecil.
Dengan menggali rahasia alam, akan mendapat pengetahuan tentang segala yang dilihat, didengar dan diselidiki, dari yang kecil sampai kepada yang besar, di waktu mendapatkannya itulah kita akan lebih faham apa arti yang sebenarnya dari pada kata takdir.
Menurut Prof. Dr. Hamka makna ayat 2 adalah;
الذي خلق الموت والحياة (Dan Dia yang menciptakan maut  dan hidup) yaitu:
Bahwa Allah-lah yang menciptakan mati dan hidup. Tujuan dari ayat tersebut memberi peringatan kepada manusia, bahwa hidup ini tidaklah berhenti di dunia ini saja. Ini adalah peringatan kepada manusia agar mereka ingat akan mati di samping dia terpesona oleh hidup.
ليبلوكم أيكم أحسن عملا (karena Dia akan menguji kamu, manakah di antara kamu yang terlebih baik amalannya.) yaitu:
Maka di antara hidup dan mati itulah kita mempertinggi mutu amalan diri, berbuat amalan yang bermutu dan lebih baik. Tegasnya di sini dijelaskan bahwa yang dikehendaki Allah dari kita adalah ahsanu’amalan, amalan yang terlebih baik, biar pun sedikit, oleh karena itu janganlah beramal hanya karena mengharapkan kuantitas, tetapi beramallah yang bermutu tinggi walaupun berkualitas.
وهو العزيز الغفور (Dan Dia adalah Maha Perkasa dan Maha Pengampun) yaitu:
Dengan menonjolkan terlebih dahulu sifat Allah yang bernama Al-Aziz, Yang Maha Perkasa dijelaskan bahwa Allah tidak boleh dipermainkan. Di hadapan Allah tidak boleh beramal separo atau ragu-ragu, melainkan dikerjakan dengan sungguh-sungguh, hati-hati dan penuh disiplin. Karena kalau tidak demikian, Tuhan akan murka. Tetapi Tuhan pun memiliki sifat Al-Ghofur, Maha Pengampun atas hamba-Nya yang tidak dengan sengaja melanggar perintah Tuhan, dan berniat hendak berbuat amalan yang lebih baik, tetapi tidak mempunyai tenaga yang cukup buat mencapai yang lebih baik itu.[3]
Menurut M. Quraish Shihab ayat 3-4 adalah;
سبع سموات (tujuh langit) yang dipahami oleh ulama adalah dalam arti planet-planet yang mengitari tata surya –selain bumi- karena itulah yang dapat terjangkau oleh pandangan mata serta pengetahuan manusia, paling tidak saat turunnya al-Qur’an. Ayat diatas dapat dipahami lebih umum dari itu karena angka tujuh dapat merupakan angka yang menggantikan kata banyak.
Kata طباقا dapat dipahami sebagai bentuk jamak dari طبق yang berarti adanya persamaan antara yang satu dengan yang lain, dan dapat juga merupakan mashdar/infinitife noun sehingga bermakna sangat sesuai. Jika dipahami dengan bentuk jamak maka dapat diartikan ketujuh langit itu memiliki persamaan, antara lain bahwa ketujuhnya bergerak dan beredar secara sangat serasi sehingga tidak terjadi tabrakan antara satu dan yang lain.
Jika dipahami dengan makna sangat sesuai ia dapat dipahami dalam arti bersusun seperti kue lapis, tidak ada salah satu lapisannya yang lebih panjang atau lebih lebar dari yang lain. Al-Biqa’i yang menganut paham ini menyatakan bahwa keadaan ketujuh langit seperti itu tidak dapat terjadi kecuali jika bumi ini bulat dan langit dunia mengitarinya bagaikan kulit telur mengitari telur dari seluruh seginya, dan langit kedua mengitari langit dunia demikian seterusnya.[4]
Kata تفاوت awal mulanya berarti kejauhan. Dua hal yang berjauhan mengesankan ketidakserasian. Dari sini kata tersebut diartikan tidak serasi atau tidak seimbang. Bahwa Allah menciptakan langit bahkan seluruh makhluk dalam keadaan seimbang sebagai rahmat.
Kata كرتين  adalah bentuk dau dari kata كرة yakni kali. Jadi kata karrataini adalah dua kali. Al-Qur’an menggunakan kata مرة yang bentuk dua sering kali yang dimaksud adalah dua kali bukan berkali-kali. Itu agaknya mengapa bukan kata مرتين yang digunakan, yakni karena yang dimaksud bukan sekedar dua kali. Sementara itu sebagian ulama memahaminya dua kali, sekali untuk melihat keindahannya dan kali kedua untuk melihat keserasian dan konsistensi peredarannya.[5]

C.                 Tafsir Surat al-A’raf Ayat 54 
 “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[6]. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam”.

1.     Kosa kata
Kata الرب berarti tuhan, pemilik, pengendali dan pendidik. Sedangkan kata الاله adalah sesembahan yang diseru supaya menghilangkan bahaya atau mendatangkan keuntungan dan yang didekati dengan ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang diharapkan dapat menjadikan-Nya rela. Sedang Allah adalah nama dari pencipta makhluk seluruhnya, dan oleh penganut agama tauhid tidak diakui tuhan selain Dia. Demikian pula kebanyakan orang musyrik mengatakan bahwa Allah itu tuhan terbesar atau pemimpin Tuhan-tuhan atau dewa yang paling agung.
Kata السموات والارض  yang dimaksud ialah alam atas dan alam bawah.
Kata اليوم  yang dimaksud ialah waktu yang istimewa, lain dari pada yang lain, karena peristiwa yang terjadi padanya, seperti halnya keistimewaan hari yang lazim kita kenal dengan adanya terang, gelap dan seperti keistimewaan hari yang dimiliki bangsa Arab, karena terjadi perang dan permusuhan padanya.
Kata العرش menurut bahasa ialah setiap sesuatu yang beratap. Dan dapat pula diartikan tandu untuk wanita yang menyerupai junjung anggur. Juga diartikan balai-balai raja dan kursinya di tempat dia mengendalikan pemerintahan.
Kata الاستواء ialah kelurusan dan keseimbangan sesuatu.
Kata حثيثا ialah cepat, yakni seperti kata orang farasan hatsisas-sairi, yang artinya kuda yang cepat larinya.
Kata بامره bermakna dengan pengendalian dan pengturannya. Kata مسخرات  bermakna dihinakan dan tunduk kepada pengendalian-Nya serta patuh pada kehendak-Nya.
Kata الخلق bermakna penentuan hokum. Sedang yang dimaksud disini ialah pengadaan menurut ukuran. Kata تبارك الله  bermakna maha besar berkah-berkah Allah. Sedang berkah itu sendiri artinya kebaikan yang banyak lagi langgeng.

2.      Penjelasan tafsir
Menurut Sayyid Quthb makna surat al-A’raf ayat 54 yaitu Akidah tauhid Islam tidak meninggalkan satu pun lapangan bagi manusia untuk merenungkan zat Allah Yang Maha Suci dan bagaimana ia berbuat, maka, Allah itu Maha Suci, tidak ada lapangan bagi manusia untuk menggambarkan dan melukiskan zat Allah.
Adapun enam hari saat Allah menciptakan langit dan bumi, juga merupakan perkara ghaib yang tidak ada seorang makhlukpun menyaksikannya. Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan segala kebesaran-Nya, yang menguasai alam ini mengaturnya dengan perintah-Nya, mengendalikannya dengan kekuasaan-Nya. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dalam putaran yang abadi ini yaitu putaran malam mengikuti siang dalam peredaran planet ini.
Dia menciptakan matahari, bulan dan bintang, yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pencipta, Pelindung, Pengendali dan Pengatur. Dia adalah Tuhan kalian yang memelihara kalian dengan manhaj-Nya, mempersatukan kalian dengan peraturan-Nya, membuat syariat bagi kalian dengan izin-Nya dan memutuskan perkara kalian dengan hukum-Nya. Dialah yang berhak menciptakan dan memerintah.
Inilah persoalan yang menjadi sasaran pemaparan ini yaitu persoalan uluhiah, rububiyah dan hakimiyah, serta manunggalnya Allah SWT. Pada semuanya ini ia juga merupakan persoalan ubudiyah manusia di dalam syariat hidup mereka. Maka, ini pulalah tema yang dihadapkan konteks surat ini yang tercermin dalam masalah pakaian sebagaimana yang dihadapi surat Al-An’am dalam masalah binatang ternak, tanaman,nazar-nazar dan syiar-syiar.[7]

D.                Tafsir surat Ali Imran ayat 190
žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ  
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,"
Asbabub nuzul surat Ali Imron ayat 190
Diriwayatkan oleh At-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa orang Quraisy datang kepada orang Yahudi untuk bertanya: “Mukjizat apa yang dibawa Musa kepada kalian?”. Mereka menjawab: “Tongkat dan tangannya terlihat putih bercahaya”. Kemudian mereka bertanya kepada kaum Nashara: “Mukjizat apa yang dibawa Isa kepada kalian?”. Mereka menjawab: “Ia dapat menyembuhkan orang buta sejak lahir hingga dapat melihat, menyembuhkan orang berpenyakit sopak dan menghidupkan orang mati”. Kemudian mereka menghadap Nabi Saw dan berkata: “Hai Muhammad, coba berdoalah engkau kepada Tuhanmu agar gunung Shafa ini dijadikan emas”. Lalu Rasulullah Saw berdoa. Maka turunlah ayat tersebut di atas sebagai petunjuk untuk memperhatikan apa yang telah ada yang akan lebih besar manfaatnya bagi orang yang menggunakan akalnya.
Penjelasan tafsir
Pada ayat diatas terdapat kata اولى الالباب yakni orang-orang yang mau menggunakan pikirannya, mengambil faedah darinya, mengambil hidayah darinya, menggambarkan keagungan Allah dan mau mengingat hikmah akal dan keutamaannya, disamping keagungan karunia-Nya dalam segala sikap dan perbuatan mereka, sehingga mereka bisa berdiri, duduk, berjalan dan sebagainya.[8]
Ayat ini merupakan awal ayat-ayat penutup surat Ali Imran dimana pada ayat ini Allah SWT memerintahkan untuk melihat, merenung dan mengambil kesimpulan pada tanda-tanda ke-Tuhanan. Karena tidak mungkin tanda-tanda tersebut ada kecuali diciptakan oleh yang hidup, yang suci, yang menyelamatkan, yang maha kaya dan tidak membutuhkan apa pun yang ada di alam semesta ini.[9]
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa kontek al-Quran disini menggambarkan secara cermat  tahap-tahap getaran jiwa yang ditumbuhkan oleh tatapan terhadap pemandangan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang didalam perasan ulul albab. Menjadikan kitab alam yang terbuka ini sebagai kitab penngetahuan bagi manusia dengan Tuhan dan ciptaannya.
Kontek ini juga menggabungkan antara perenungan makhluk ciptaan tuhan dan ibadah kepadaNya, sehingga perenungan ini bernilai ibadah dan menjadikanya sebagai bagian dari manifestasi dzikir . Penggabungan tersebut mengisyaratkan dua hal penting yaitu:
  1. Perenungan tentang ciptaan Tuhan, pencermatan terhadap tangan Allah Yang Maha Pencipta, ketika menggerakkan alam ini dan lembarankitab ini merupakan ibadah yang sejati kepada Alah dan dzikir yang utama kepadanya.
  2. Bahwa ayat-ayat Allah di alam ini tidak akan terlihat jelas sesuai hakikatnya yang sarat inspirasi, kecuali oleh hati ynag senantiasa beribadah dan berdzikir.[10]

E.                 Tafsir surat Ibrahim ayat 32-34
ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur tAtRr&ur šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ylt÷zr'sù ¾ÏmÎ/ z`ÏB ÏNºtyJ¨V9$# $]%øÍ öNä3©9 ( t¤yur ãNä3s9 šù=àÿø9$# y̍ôftGÏ9 Îû ̍óst7ø9$# ¾Ín̍øBr'Î/ ( t¤yur ãNä3s9 t»yg÷RF{$# ÇÌËÈ   t¤yur ãNä3s9 }§ôJ¤±9$# tyJs)ø9$#ur Èû÷üt7ͬ!#yŠ ( t¤yur ãNä3s9 Ÿ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur ÇÌÌÈ   Nä39s?#uäur `ÏiB Èe@à2 $tB çnqßJçGø9r'y 4 bÎ)ur (#rãès? |MyJ÷èÏR «!$# Ÿw !$ydqÝÁøtéB 3 žcÎ) z`»|¡SM}$# ×Pqè=sàs9 Ö$¤ÿŸ2 ÇÌÍÈ  
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”

1.      Kosa kata
Kata السماء bermakna awan, dan setiap yang berada di atas manusia serta memberikan naungan padanya disebut سماء .
Kata الرزق bermakna segala sesuatu yang dimanfaatkan. Kata  التسخير bermakna memudahkan dan menyiapkan.
Kata الفلك bermakna bahtera-bahtera. Kata داءبين bermakna kedua senantiasa bergerak, tidak pernah berhenti. Kata اتكم bermakna dia memberi kalian. Kata لاتحصوها bermakna kalian tidak mampu menghitungnya. الاحصاء berarti menghitung dengan batu kecil, dahulu orang-orang Arab mengitung dengan jari-jemari.
Kata ظلوم bermakna sangat menganiaya dirinya sendiri dengan tidak mau mensyukuri nikmat. Kata كفار bermakna amat kufur dan ingkar terhadap nikmat.
2.      Penjelasan tafsir
الله الذي خلق السموات والأرض
Maksudnya Allah telah menciptakan langit dan bumi bagi kalian. Keduanya lebih besar daripad kalian dan terdapat banyak manfaat baik yang diketahui atau tidak.
 وانزل من السماء ماء فأخرج به من الثمرات رزقا لكم
Dia telah menurunkan air hujan dari langit, lalu dengan air hujan itu Dia menumbuhkan pohon-pohonan dan tumbuh-tumbuhan sehingga memberikan buah-buahan kepada kalian sebagai rezeki yang kalian makan dan menjadikan hidup.
وسخر لكم الفلك لتجري في البحر بأمره
Dia menundukkan bahtera bagi kalianseperti menjadikan kalian mampu membuatnya, menjadikannya mengapung dipermukaan air, dan berlayar diatas lautan dengan perintah Allah.
وسخر لكم الانهار
Dia menundukkan sungai-sungai bagi kalian yang membelah bumi dari satu belahan ke belahan bumi lain agar kalian memanfaatkannya untuk minum dan membuat saluran-saluran guna menyirami tanaman, taman dan lain sebaginya.
وسخر لكم الشمس والقمر دائبين
Dia menundukkan bagi kalian matahari dan bulan untuk selalu bergerak tanpa berhenti hingga berakhirnya umur dunia.
وسخر لكم اليل والنهار
Dia menundukkan bagi kalian malam dan siang yang saling mengikuti. Siang untuk berusaha mencari penghidupan sedang malam untuk beristirahat.
وأتكم من كل ما سألتموه
Dan Allah telah menyediakan bagi kalian segala apa yang kalian perlukan dalam seluruh keadaan kalian, dari segala yang berhak untuk kalian mohon, baik kalian memohonnya atau tidak memohonnya kepada Allah. Karena, Allah telah meletakkan didalam dunia ini berbagia manfaat yang tidak diketahui manusia, tetapi disediakan bagi manusia. Sehingga tidak seorang pun dari umat terdahulu memohon kepada Allah agar diberi kapal terbang, magnet dan listrik.
وان تعدوا نعمت الله لاتحصوها
Kalian tidak akan mampu menghitung macam-macam nikmat Allah apalagi mensyukurinya. Imam Syafi’I berkata “segala puji bagi Allah yang nikmat-Nya tidak terbayar oleh syukur, kecuali nikmat baru yang menuntut penerimaannya untuk mensyukuri.”
ان الانسان لظلموم كفار
Sesungguhnya manusia yang mengganti nikmat Allah dengan kekufuran benar-benar telah bersyukur kepada selain Tuhan yang melimpahkan nikmat kepadanya. Dengan demikian dia telah meletakkan syukur bukan pada tempatnya. Allah lah yang telah melimpahkan nikmat kepadanya dan Dia lah yang berhak menerima ibadah yang ikhlas. Namun manusia beribadah kepada selain-Nya dan menjadikan sekutu bagi-Nya.[11]  





[1]  Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian al-Qur’an, M. Quraish Shihab, Jakarta, Lentera hati 2002.
[2]  Ibid, hal 167-168
[3]  Prof. Dr. Hamka. Tafsir Al-Azhar Juz XXIX, (Bogor: Yayasan Nurul Islam, 1975),
[4]  Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian al-Qur’an, M. Quraish Shihab, Jakarta, Lentera hati 2002
[5]  Ibid hal 200-201
[6]  Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya.

[7]  Sayyid Quthb,Tafsir fi Zhilalil Qur’an: Dibawah Naungan al-Qur’an, Gema Insani, Jakarta 2002
[8]  Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Toha Putra Semarang, 1994
[9]  Al-Qurthubi, Syaikh Imam, Tafsir Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkam Al Quran, Pustaka Azzam, Jakarta 2008
[10]  Sayyid Quthb,Tafsir fi Zhilalil Qur’an: Dibawah Naungan al-Qur’an, Gema Insani, Jakarta 2002
[11]  Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Toha Putra Semarang, 1994

No comments:

Post a Comment