Social Icons

Pages

November 15, 2013

Hakikat Kinayah Dan Perkembangan Maknanya



Konsep kinayah sendiri salam sejarah perkembangan ilmu balagah mengalami perubahan dan perkembangan. Perkembangan makna kinayah dalam sejarah ilmu bahasa Arab menurut para ahli adalah sebagai berikut:

Abu Ubaidah. Istilah kinayah dalam khazanah ilmu balaghah, diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Abu Ubaidah dalam kitabnya Majaz al-Qur’an. Menurutnya, kinayah dalam istilah ahli bahasa serta para ahli nahwu berarti “dhamir”.

3.      Al-Mubarrid. Dalam kitabnya al-Kamil, ia mendefinisikan kinayah dengan tiga pengertian, a) untuk menutupi makna yang sebenarnya, b) untuk mengagunngkan dan c) untuk menghindari kata-kata yang kotor.
4.      Quddamah bin Ja’far. Buku karangannya yang berjudul Naqd al-Syi’ri, ia mengungkapkan bahwa kinayah itu bermakna irdaf, yaitu mencari kata-kata lain yang semakna dengan kata-kata dimaksud.
5.      Abu Husain ahmad bin Faris. Dalam kitabnya ash-Shahiby, ia menjelaskan bahwa dengan melihat tujuannya, kinayah pada dasarnya mempunyai dua jenis, yaitu kinayah taghtiyah dan tabjil. Kinayah jenis pertama digunakan dengan cara menyebut sesuatu bukan dengan namanya, agar terlihat baik dan indah. Pengungkapan seperti ini juga bertujuan untuk memuliakan sesuatu yang disebut. Sedangkan yang jenis kedua bertujuan agar yang disebutkan terhindar dari kehinaan, seperti ungkapan ابو فلان .

6.      Abd al-qohir al-Jurjani. Di dalam kitab I’jaz al-Qur’an, Abd al-qohir al-Jurjani mengatakan “kinayah adalah seorang mutakallim yang bermaksud menetapkan satu dari beberapa makna dengan tidak mengungkapkannya dengan ungkapan yang digunakan pada umumnya. Akan tetapi dia mengungkapkannya dengan makna berikutnya atau ungkapan yang semakna dengannya.”
Pengertian Abd al-qohir al-Jurjani tentang kinayah, terutama mengenai konsep ridf (makna sepadan) hamper sama apa yang dikemukakan oleh Quddamah bin Ja’far. Dia memasukkan kinayah ke dalam jenis I’tilaf al-lafzhi bi al-makna. Quddamah menyebut juga dengan istilah irdaf. Sedangkan Abu Hilal al-‘Askari menyebutnya dengan istilah irdaf dan tawabi.