Social Icons

Pages

January 21, 2013

Dasar-dasar Pendidikan Islam


BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya adalah media dalam mendidik dan mengembangkan peotensi-potensi kemanusiaan yang primordial. Pendidikan sejatinya adalah gerbang untuk mengantar umat manusia menuju peradaban yang lebih tinggi dan humanis dengan berlandaskan pada keselarasan hubungan manusia, lingkungan, dan sang pencipta. Pendidikan adalah sebuah ranah yang didalamnya melibatkan dialektika interpersonal dalam mengisi ruang-ruang kehidupan; sebuah ranah yang menjadi pelita bagi perjalanan umat manusia, masa lalu, masa kini, dan masa akan datang.
Pendidikan islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk mengantarkan kegiatan pendidikan kearahtujuan yang dicita-citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya kurikulum pendidikan islam, ia tidak berarti apa-apa, manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik.

II. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan pemaparan untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu Pendidikan Islam dalam makalah ini dengn judul “dasar-dasar dan tujuan pendidikan islam”.
1. Apa Dasar-Dasar Pendidikan Islam ?
2. Ada Berapakah Tujuan Pendidikan Islam ?
3. Seberapa Penting Pendidikan Islam?





BAB II
PEMBAHASAN

A.        Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Dalam konteks individu, pendidikan termasuk salah satu kebutuhan asasi manusia, karena pendidikan menjadi jalan yang lazim untuk memperoleh pengetahuan atau ilmu, sedangkan ilmu akan menjadi unsur utama penopang kehidupannya. Oleh karena itu, Islam tidak saja mewajibkan manusia untuk menuntut ilmu, bahkan memberi dorongan serta arahan agar dengan ilmu itu manusia dapat menemukan kebenaran hakiki dan mendayagunakan ilmunya di atas jalan kebenaran itu.
Education in Islam is twofold: acquiring intellectual knowledge (through the application of reason and logic) and developing spiritual knowledge (derived from divine revelation and spiritual experience). According to the worldview of Islam, provision in education must be made equally for both. Acquiring knowledge in Islam is not intended as an end but as a means to stimulate a more elevated moral and spiritual consciousness, leading to faith and righteous action.
Dasar ilmu pendidikan Islam dengan segala ajarannya. Ajaran itu bersumber dari al-Qur`an, sunnah Rasulullah saw, (selanjutnya disebut Sunnah), dan ra`yu/ijtihad (hasil pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara hirarkis. Al-Qur`an harus didahulukan. Apabila suatu ajaran atau penjelasan tidak ditemukan di dalam al-Qur`an, maka harus dicari di dalam sunnah, apabila tidak ditemukan juga dalam sunnah, barulah digunakan ra`yu. Sunnah tidak bertentangan dengan al-Qur`an , dan ra`yu/ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan sunnah.
I.                   Al-Quran.
Al-Qur`an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Muhammad saw dalam bahasa Arab yang terang, guna menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia baik di dunia maupun di akhirat. Terjemahan al-Qur`an kedalam bahasa lain dan tafsirannya bukanlah al-Qur`an, dan karenanya bukan nash yang qath`i dan sah dijadikan rujukan dalam menarik kesimpulan ajarannya.
ويُعد القرآن الكريم أهم مصدرٍ من مصادر بناء الإنسان المسلم ، لأنه نزل لهداية البشرية إلى ما فيه صلاح دنياهم وأُخراهم. فالوحي هو الموضوع الأساسي لجميع العلوم ، بل إن الحضارة الإسلامية كلها إن هي إلا محاولةٌ لعرضٍ فكريٍ منهجيٍ لهذا الوحي ، ويتضح ذلك من أبنية العلوم نفسها.

  II.              As- Sunnah
Rasulullah SAW adalah juru didik dan beliau juga menjungjung tinggi terhadap pendidikan dan motivasi agar berkiprah kepada pendidikan dan pengajaran.
السُّنة في المجال التربوي تعني الطريقة ، أو الأسلوب ، أو المنهاج التفصيلي ، أو الكيفية التي تُبيِّن و تُفَصّلُ كل جزئيةٍ في حياة الإنسان و المجتمع المسلم وحيث إن شخصية النبي - صلى الله عليه وسلم - تُمثل و تُجسد تعاليم وتربية الإسلام قولاً وأداءً وتعاملاً في مختلف شؤون حياته من عباداتٍ ومعاملاتٍ ؛ سواءً أكان ذلك الأداء قوليًّا ، أو فعليًّا ، أو موافقةً منه - صلى الله عليه وسلم - لما صدر عن بعض أصحابه - رضوان الله عليهم - من الأقوال أو الأفعال ؛ فإن هذا يعني أنه - صلى الله عليه وسلم - بمثابة " المثال الإنساني المتفرد ، الذي يُعتبر اتِّباعُه والتأسي به جزءًا أساسياً من التكليف الإلهي المتكامل الوارد في الكتاب والسُنة ، سواءً أثناء بعثته ، أو بعد موته ، وإلى يوم القيامة .. وهو المثال الذي ينبغي أن يُحتذى في كل ما ثَبَتَ أنه فعله ، أو قاله ، أو قرَّره ، دون أن يطمح أحدٌ في بلوغ مرتبته سواءً في الأداء ، أو في الإحسان ، أو في الثواب ".

Ahadith are not only explanatory to the Quranic text but also complementary to it. Prophet (peace be upon him) is a teacher appointed by Allah who not only teaches the Book and philosophy but purifies the soul as well. He (peace be upon him), himself was a role model who presented ideal practical life in the light of those limits enunciated by the Quran. Thus, the Quran declared the Prophet (peace be upon him) to be the interpreter of Quranic texts. Hadith is the index and vehicle of the Sunnah which gives concrete shape to the Quranic teachings. A Hadith is a statement of the Prophet (peace be upon him). A sunnah may be embodied in a Hadith, but is not itself a Hadith. His (peace be upon him) Sunnah is both an instrument for the institutionalization and practice of Allah’s will, as well as a strong force for the propagation of Islam. As we studied earlier that the man is expected to learn through experiments on the foundations given by the Quran and whose example is preserved in the life, activities and saying of Prophet (peace be upon him). The Prophet (peace be upon him) before emigration (Hijrat) to Medina deputed a teacher, there to arrange the education of the believers. After the Hijrat, the Prophet’s Mouse in Medina became the center of education. A covered platform called Suffa, was built in front of the Prophet (peace be upon him) house to give instructions in the Quran and Hadith. On the other hand the Prophet’s wives (MAPT) were in charge of the education of women.
III.              Ijtihad
Ijtihad adalah istilah para fuqoha, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syari’at Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syara’ dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Namun dengan demikian ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Oleh karena itu, ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah rasul Allah wafat. Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan, yang senantiasa berkembang. Ijtihad dalam bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju bukan saja dibidang materi atau isi, melainkan juga dibidang sistem.
Secara substansial ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam.

B. Tujuan Ilmu Pendidikan Islam
Ditinjau dari segi pembidangan tugas dan fungsi manusia secara filosofis maka tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi 3 macam:
1.      Tujuan Individual
Suatu tujuan yang menyangkut individu melalui proses belajar dalam rangka mempersiapkan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhirat.
2.      Tujuan Sosial
Suatu tujuan yang berhubungan dengan masyarakat sebagai keseluruhan, dan dengan tingkah laku masyarakat umumnya serta dengan perubahan-perubahan yang diinginkan pada pertumbuhan pribadi, pengalaman dan kemajuan hidupnya
3.      Tujuan Profesional
Suatu tujuan yang menyangkut pengajaran sebagai ilmu, seni dan profesi serta sebagai suatu kegiatan dalam masyarakat.
والأهداف التربوية الإسلامية تدور حول أربعة مستويات:
الأول: الأهداف التي تدور على مستوى العبودية لله - سبحانه وتعالى - أو إخلاص العبودية لله.
الثاني: الأهداف التي تدور على مستوى الفرد؛ لإنشاء شخصية إسلامية ذات مثل أعلى يتصل بالله تعالى.
الثالث: الأهداف التي تدور حول بناء المجتمع الإسلامي، أو بناء الأمة المؤمنة.
الرابع: الأهداف التي تدور حول تحقيق المنافع الدينية والدنيوية.
Education in the context of Islam is regarded as a process that involves the complete person, including the rational, spiritual, and social dimensions. As noted by Syed Muhammad al-Naquib al-Attas in 1979, the comprehensive and integrated approach to education in Islam is directed toward the "balanced growth of the total personality…through training Man's spirit, intellect, rational self, feelings and bodily senses…such that faith is infused into the whole of his personality" (p. 158). In Islamic educational theory knowledge is gained in order to actualize and perfect all dimensions of the human being. From an Islamic perspective the highest and most useful model of perfection is the prophet Muhammad, and the goal of Islamic education is that people be able to live as he lived. Seyyed Hossein Nasr wrote in 1984 that while education does prepare humankind for happiness in this life, "its ultimate goal is the abode of permanence and all education points to the permanent world of eternity" (p. 7). To ascertain truth by reason alone is restrictive, according to Islam, because spiritual and temporal reality are two sides of the same sphere. Many Muslim educationists argue that favoring reason at the expense of spirituality interferes with balanced growth. Exclusive training of the intellect, for example, is inadequate in developing and refining elements of love, kindness, compassion, and selflessness, which have an altogether spiritual ambiance and can be engaged only by processes of spiritual training.

C.        Pentingnya Pendidikan Islam
Ditulis oleh Adnin Armas Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi.





BAB III
PENUTUP





DAFTAR PUSTAKA
·         Ahmad Tafsi, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992),






January 16, 2013

Teori Vygotsky


BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa pertanyaan yang pokok dalam teori perkembangan kognitif adalah: dengan alat dan cara apa orang mempereroleh pengetahuan, menyimpan, dan menggunakannya?. Pada prinsipnya hal ini berhubungan dengan alat-alat pengenalan dan bentuk-bentuk pengenalan. Kognisi adalah pengertian yang luas mengenai berfikir dan mengamati, jadi tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengertian atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengertian.
Psikolog Rusia yaitu Lev Vygotsky telah banyak mempengaruhi psikologi perkembangan dalam hal perkembangan kognisi. Dia telah memberikan banyak pendapat dan dorongan dalam hal perkembangan kognisi.
Lev Vygotsky dapat menjadi demikian terkenal dan penting peranannya dalam dunia psikologi karma teori-teori, metode-metode dan bidang-bidang penelitian yang di kembangkannya sangat orisinil, tidak sekedar melanjutkan hal-hal yang sudah terlebih dulu di temukan orang lain. Ia tertarik khususnya pada penyelidikan-penyelidikan teoritis maupun eksprerimentil terhadap perubahan-perubahan kwalitatif pada struktur kognitif selama proses perkembangan dan berusaha menerangkannya dalam bahasa matematika logis.
Mempelajari teori kognitif Vygotsky akan sangat berguna bagi para pendidik dalam membantu perkembangan anak didiknya. Beberapa prinsip dalam konsep Vygotsky bisa kita gunakan dalam system pembelajaran agar perkembangan anak didik menjadi maksimal. Semoga makalah ini bisa berguna bagi kita semua. Amin



BAB II
PEMBAHASAN
A.           LATAR BELAKANG TEORI VYGOTSKY
Sejarah hidup Lev Vygotsky bermula ketika beliau dilahirkan pada tahun 1896 dan meninggal dunia pada tahun 1934. Beliau merupakan seorang psikologi berbangsa Rusia. Beliau juga seorang guru dan sarjana sastera. Beliau mendapatkan pendidikan awal daripada ibunya sendiri yang merupakan seorang guru dan mempunyai seorang tutor peribadi yang bernama Solomon Ashpiz. Beliau turut mendapat pengaruh dari sepupunya David Vygotsky. Beliau meneruskan pengajian sekolah menengahnya di sebuah sekolah persendirian. Menamatkan pengajian sekolah menengahnya dengan anugerah medal emas. Beliau menamatkan pengajian di Moscow State University pada 1917. Setelah tamat pengajian, beliau bekerja di beberapa tempat. Antaranya ialah Institut Psikologi pada pertengahan 1920 dan di beberapa pusat pendidikan di Moscow, Lerningrad dan Kharkow di mana beliau bekerja keras menyatakan ideanya tentang perkembangan kognitif.
Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran. Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang, kebudayaan, termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Orang lain merupakan bagian dari lingkungan (Taylor, 1993), pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang, dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi (Taylor, 1993). Vygotsky menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan yang menurut beliau, bahwa interaksi sosial yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain merupakan faktor terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif seseorang. Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara evisien dan efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu, guru atau orang dewasa.
B.        POKOK-POKOK TEORI VYGOTSKY
Pendekatan vygotsky terhadap perkembangan konitif anak berbeda dengan piaget. Sebagai mana diketahui bahwa piaget tidak setuju dengan penekanan binet bahwa intelegensi sifatnya tetap dan bersifat bawaan, dan mulai menjajahi proses-proses berfikir tingkat tinggi. Ia lebih tertarik pada bagaimana anak-anak bisa mencapai konklusi-konklusi dari pada apakah jawaban- jawabannya benar.
Menurut piaget perkembangan kognitif anak terdiri atas empat periode utama, yaitu periode sensorimotor, pra-operasional, operasi konkret, dan operasi pormal (settler, dalam riddle dan dabbagh, 1999). Piaget menyatakan bahwa perkembangan mempunyai dukungan dalam tujuan. Sebaliknya, vygotsky percaya bahwa perkembangan adalah suatu proses yang harus dianalisis sebagai suatu produk yang akan dicapai. Proses perkembangan yang dimulai sejak kelahiran hingga proses kematian merupakan suatu hal yang kompleks yang tidak dapat digambarkan dalam suatu pentahapan secara sederhana (driscoll,1994; hausfather 1996).
Proses belajar menurut vygotsky terjadi dalam wilayah zone proximal depelopment (ZPD), yakni wilayah antara apa yang diketahui dengan upah yang belum diketahui. Oleh karna itu, Vygotsky berfokus pada koneksi antara orang-orang konteks budaya dimana mereka bertindak dan saling berhubungan atau saling berbagi pengalaman. Menurut Vygotsky, manusia menggunakan tools yang bersumber dari kultur, termasuk bahasa lisan dan tulisan yang dimediasi oleh lingkungan sosial. Vygotsky percaya bahwa pada awalnya anak-anak mengembangkan tools itu untuk melayani fungsi sosial, dan mengomunikasikan kebutuhan–kebutuhannya. Internalisasi nilai-nilai melalui interaksi sosial mendorong kemampuan dan keterampilan berfikir. Kemampuan berfikir dan berbicara/ bahasa tidak dapat eksis tanpa pergaulan sosial. Ketika piaget mengobservasikan anak-anak muda yang berpartisipasi dalam suatu kecakapan egosentris, ia menganggapnya bahwa anak tersebut berada dalam fase preoperasional. Sebaliknya, Vygotsky memandang egosentris bahasa dan percakapan semacam itu sebagai transisi dan proses sosial dalam bahasa ke pemikiran internal (Driscoll, 1994).

C.        PENGARUH TEORI VYGOTSKY TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF
Sekalipun Vygotsky belum mengembangkan teorinya secara utuh, gagasan-gagasannya memiliki dampak signifikan terhadap pandangan kita mengenai perkembangn anak, pembelajaran, dan praktik belajar-mengajar (instructional practice) dewasa ini. Vygotsky menekankan pentingnya masyarakat dan budaya dalam mendorong pertumbuhan kognitif sehingga teorinya terkadang disebut sebagai Perspektif Sosiokultural (sosiocultural perspektive). Asumsi-asumsi utama berikut ini menyajikan rangkuman perspektif ini :
a)           Melalui Percakapan-Percakapan Informal Dan Sekolah Formal, Orang Orang Dewasa Menyapaikan Kepada Anak Bagaimana Kebudayaan Mereka Menafsirkan Dan Merespons Dunia.
Vygotsky mengemukakan bahwa saat berinteraksi dengan anak-anak, orang dewasa membagikan maksna (meanings) yang mereka lekatkan pada objek, peristiwa, dan secaralebih umum, ke pengalaman manusia. Dalam proses tersebut, mereka mengubah, atau memediasi, situasi-situasi yang dijumpai anak. Makna-makna tersebut disampaikan melalui beragam mekanisme, diantaranya bahasa (bahsa lisan, tulisan), simbol-simbol matematika, kesenian, musik, literatur, dan sebagainya. Percakapan-percakapan informal adalah metode yang lazim dipergunalan orang dewasa untuk menyampaikan cara-cara menafsirkan situasi sesuai budaya yang berlaku. Namun yang lebih penting lagi adalah pendidikan formal, yang menjadi sarana para guru untuk secara sistematis menanamkan gagasan gagasan, konsep-konsep, dan terminologi terminologi yang digunakan dalam beragam disiplin akademik.
b)           Setiap Kebudayaan Menanamkan Perangkat-Perangkat Fisik Dan Kognitif Yang Menjadikan Kehidupan Sehari-Hari Semakin Produktif Dan Efesien.
Orang dewasa tidak hanya mengajari anak-anak cara-cara spesifik menafsirkan pengalaman, tetapi juga sejumlah perangkat (tools) spesifikyang dapat membantu anak mengatasiberbagai tugas dan permasalahan yang dihadapinya. Sejumlah perangkat misalnya (gunting, mesin jahit, dan komputer) adalah objek fisik. Sejumlah perangkat lain misalnya ( sistem menulis, peta, dan spreadsheet) melibatkan simbol sekaligus entitas fisik. Dalam pandangan Vygotsky, keberhasilan memperoleh perangkat-perangkat yang bersifat simbolik atau mental -perangkat-perangkat kognitif  (cognitive tools)- secara signifikan meningkatkan kemampuan berfikir anak.
c)            Pikiran Dan Bahasa Semakin Interdependen Dalam Tahun-Tahun Pertama Kehidupan
Vygotsky mengemukakan bahwa bahasa dan pikiran merupakan fungsi-fungsi yamg terpisah bagi bayi dan anak kecil yang baru belajar berjalan. Dalam tahun-tahun awal ini, berfikir (thinking) terjadi secara independen terhadap bahasa ; dan sebagai suatu mekanisme dalam suatu pikiran. Namun saat-saat sekitar usia 2 tahun, pikiran dan bahasa menjadi terjalin erat : anak-anak mulai meengungkapkan pikiran-pikiran mereka ketika bicara dan mulai berpikir dalam kata-kata.
Saat pikiran dan bahasa mulai menyatu, anak sering berbicara pada diri mereka sendiri, suatu fenomena yang dikenal dengan self-talk (percakapan-diri). Self-talk memiliki fungsi penting dalam perkembangan kognitif: dengan berbicara ke diri mereka sendiri, anak-anak belajar membimbing dan mengarahkan  prilakunya sendiri dalam proses mengerjakan tugas-tugas sulit dan melakukan manuver-manuver yang rumit persis saat orang-orang dewasa membimbing mereka. Self-talk akhirnya berevolusi menjadi inner speech (percakapan kedalam), yakni saat anak “berbicara” kedalam dirinya secara mental, alih-alih secara verbal.
d)           Anak Dapat Mengerjakan Tugas-Tugas Yang Menantang Bila Dibimbing Oleh Seseorang Yang Lebih Kompeten Dan Lebih Maju Daripada Mereka
Vygotsky membedakan dua  jenis kemampuan yang mencirikan kemampuan anak-anak pada segala tahap perkembangan. Tingkat Perkembangan Aktual (Actual Developmental Level) adalah batas atas tugas yang dapat dikerjakan anak secara independen, tanpa bantuan orang lain. Tingkat Perkembangan Potensial (Level Of Potential Development) adalah batas atas tugas yang dapat dikerjakan anak dengan bimbingan seorang individu yang lebih kompeten. Dalam rangka memperoleh pemahaman yang sejati mengenai perkembangan kognitif anak, saran Vygotsky, kita seharusnya menilai (assess) kemampuan-kemampuan mereka saat mereka bekerja sendiri ataupun saat dibimbing orang lain.[1]
D.        APLIKASI TEORI VYGOTSKY TERHADAP PENDIDIKAN
Sumbangan paling penting  dari teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat sosiokultural dari perkembangan dan pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental  yang lebih tinggi pada umunya muncul dalam percakapan atau kerja antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap dalam dalam diri sendiri.
Perkembangan kognitif menurut Vygotsky di pengaruhi oleh faktor budaya. Vygotsky memandang bahwa interaksi sosial berperan secara fudamental dalam perkembangan kognitif. Vygotsky menyatakan bahwa setiap fungsi perkembangan  anak pada level social dan individual. Pada level sosial, anak berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Saling berpengaruh antara satu dengan yang lainnya (interspsikologis) dan pada level indivual, aspek psikologis berpengaruh  terhadap perkembangan anak (intrapsikologis)
Teori Sosiokultural Vygotsky menekankan pentingnya perkembangan kecerdasan/intelegensi melalui kultur atau masyarakat. Perkembangan individu terjadi melalui dua tahap, yaitu di mulai dengan pertukaran sosial antarpribadi (interaksi dengan lingkungan sosial) kemudian terjadi intrapersonal. Selanjutnya, keterampilan individu dapat dikembangkan melalui interaksi individu dengan bantuan atau bimbingan orang dewasa (guru) dan kolaborasi dengan teman sebaya. Teori sosialkultural vygotsky pada awalnya diaplikasikan dalam kontenks belajar bahasa  bagi anak. Namun, kemudian diaplikasikan dalam konteks perkembangan kognitif dan proses belajar secara lebih luas. Sebagai contoh, Vygotsky memberikan suatu isyarat dengan menggunakan jari jemari sebagai isyarat penting dalam menghadirkan suatu koneksi hubungan antarpribadi atau antarinvidu.
Model pembelajaran kolaboratif menurut pandangan Vygotsky di kembangkan berdasar nilai-nilai budaya sosiokultural. Dalam kaitan model pembelajran kolaboratif. Nilai-nilai budaya siri yang sekiranya sesuai untuk di kembangkan dalam  lingkup  persekolahan mencakup semangat sipakatau ( saling menghormati dan saling menghargai yang diiringi  sikap rendah hati), pacce/pesse (empati/kesetiakawanan terhadap sesama manusia) allempureng (kejujuran), kerelaan berkorban dan ketataan kepada tuhan yang Maha Esa (Farid, 1989. Hamid 1985, Mattulada. 1985, Rahim, 1992)
Model pembelajaran kooperatif dalam kaitannya dengan tugas-tugas perkembangan bahasa (komunikasi pasif dan aktif) mencakup kemampuan mengerti isyarat dan pembicaraan (komunikasi pasif), dan mengungkapkan dengan isyarat/kata-kata (komunikasi aktif) (Maret 2001). Kemampuan mengerti isyarat/pembicaraan adalah kesanggupan untuk mengerti isyarat dan pembicaraan orang lain.
Akhirnya, secara singkat di kemukakan bahwa teori Vygotsky berfokus pada 4 hal pokok, yakni pengaruh interaksi sosial dalam perkembangan, scaffolding (perancah atau pemberian bantuan), modeling. Zone of proximal development (perbedaan anatara apa yang dapat di kerjakan sendiri oleh anak dan apa yang dapat di kerjakan dengan bantuan orang lain) Vygotsky memandang  bahwa model pembelajaran kooperatif yang sarat dengan nilai-nilai budaya. Dan scaffolding atau pemecahan masalah yang berpokus pada anak (student centeret adycation)  merupakan faktor utama perkembangan kognitif, model pembelajaran kooperatif menekankan interaksi sosial dalam upaya pengembangan kehidupan sosial dalam wilayah perkembangan oksimal anak. Sekali pun di uji secara empiris melalui kajian ilmiah, namun tentu saja memerlukan penyesuaian dalam aplikasinya sesuai karakteristik dan latar budaya peserta didik. Pembelajaran kooperatif berdasar teori sosiokultural Vygotsky di harapkan memberikan kontribusi dalam perkembangan bahasa dan  kepribadian anak. Perpaduan dengan teori perkembangan lainya. Tentu saja akan lebih bermakna terhadap perkembangan dan pembinaan kepribadian anak pada umumnya.



BAB III
PENUTUP
·         Teori Vgotsky menekankan pada pembelajaran sosiokultural. Inti dari teori Vygotsky yaitu penekanan pada interaksi pembelajaran antara aspek internal dan aspek eksternal pada lingkungan social. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya.
·         Zona perkembangan proximal ( ZPD ) ialah istilah Vygotsky untuk tugas-tugas yang terlalu sulit untuk dikuasai sendiri oleh anak-anak, tetapi yang dapat dikuasai dengan bimbingan dan bantuan dari orang-orang dewasa atau anak-anak yang lebih terampil.
·         Vygotsky mengemukakan konsep mengenai zone of proximal development. Ada empat prinsip dasar dalam penerapan teori Vygotsky yaitu:
a.    belajar dan berkembang adalah aktivitas social dan kolaboratif,
b.    seorang yang lebih dewasa dapat menjadi pemandu dalam menyusun kurikulum dan pelajaran,
c.    pembelajaran disekolah harus dalam konteks yang bermakna, tidak boleh dipisahkan dari pengetahuan anak-anak yang dibangun dalam dunia nyata mereka,
d.    pengalaman anak diluar sekolah harus dihubungkan dengan pengalaman mereka di sekolah.



DAFTAR PUSTAKA
·         Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan edisi keenam jilid 1 (membantu siswa tumbuh dan berkembang), PT. Gelora Aksara Pratama : 2008.






[1]  Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan edisi keenam jilid 1 (membantu siswa tumbuh dan berkembang), PT. Gelora Aksara Pratama : 2008. Hal 54-60.