Social Icons

Pages

January 29, 2014

Shalat Dalam Keadaan Darurat



A.                 Makna dan Hakikat Shalat
Menurut bahasa Arab, shalat berarti doa. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa kata “shalat” diambil dari lafazh “shala” yang artinya bagian tengah punggung manusia atau semua hewan yang berkaki empat, atau berarti tulang punggung, atau bagian lubang antara anus dan tulang ekornya, atau anggota badan yang ada disebelah kiri dan kanan ekor, keduanya (sebelah kanan dan kiri ekor) disebut shalawaani (dua shala).
Adapun secara istilah adalah rangkaian perakatan dan perbuatan, kuncinya adalah bersuci, tahrimnya adalah takbir dan penghalalnya adalah salam (diakhiri dengan salam).
Dalam Islam, shalat memiliki kedudukan yang tidak bisa ditandingi oleh ibadah lainnya. Sebab, ia merupakan tiang agama, tidak akan tegak agama ini kecuali dengannya. Rasulullah SAW telah bersabda:
الَصَلَاةُ عِمَادُ الدِّيْنِ, فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدِّيْنَ وَمَنْ هَدَمَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّيْنَ
“Sholat itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikannya maka sungguh ia telah mendirikan agama (Islam) itu dan barangsiapa merobohkannya maka sungguh ia telah merobohkan agama (Islam) itu.”
Keistimewaan lainnya tentang shalat adalah:
a.      Shalat dihisab pertama kali
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَاةُ
“Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah shalatnya”
b.      Shalat ibadah yang paling istimewa
-          Cara penerimaan perintah shalat melalui peristiwa besar yaitu Isra’ Mi’raj
-          Diterima langsung oleh nabi tanpa melalui perantara malaikat
-          Diterima pada bulan mulia, yaitu bulan Ramadhan.
c.       Shalat pembeda orang kafir dan orang Islam
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاةُ ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian diantara kami dengan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka ia kafir.”
Shalat yang dikehendaki oleh Islam itu tidak hanya semata-mata perbuatan ritual atau sejumlah bacaan yang diucapkan oleh lisan dan gerakan yang dilakukan oleh anggota badan saja, akan tetapi yang dikehendaki yaitu terpadunya antara jiwa raga. Artinya antara lisan, gerakan badan dan jiwa (hati) khusu’ semata-mata hanya ingat Allah dan mengagungkan asma Allah.
Yang demikian itu tidak lain adalah karena tujuan utama dari shalat, bahkan merupakan tujuan utama dari segala bentuk ibadah, yaitu agar manusia senantiasa ingat akan Tuhannya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Thaha ayat 14   
“Dirikanlah shalat untuk mengingat aku”.

B.                  Shalat Dalam Keadaan Darurat
1.      Shalat Dalam Keadaan Sakit
Orang yang sedang sakit harus tetap melakukan shalat lima waktu selama akal atau pikirannya masih normal. Shalat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap pribadi muslim.
Karena begitu pentingnya shalat, maka dalam kondisi dan situasi apapun kita wajib melakasnakan shalat. Jadi bagi orang yang sedang sakit yang tidak mampu dengan kondisi berdiri maka bisa melaksanakan shalat sesuai dengan kemampuannya. Allah SWT telah berfirman
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
Sedangkan yang termasuk dalam arti tidak mampu adalah apabila dia mendapat kesulitan dengan berdiri atau kesulitan dalam duduk dan seterusnya yang akan mengakibatkan sakitnya akan bertambah atau ia takut berbahaya. Maka bagi orang yang sedang sakit yang tidak mampu shalat dengan berdiri diperbolehkan shalat dengan duduk, bila tidak mampu dengan duduk maka dengan berbaring, dan jika tidak mampu juga bisa dengan berbaring. Adapun tata cara shalat bagi orang yang sedang sakit dijelaskan sebagai berikut:
a)      Cara shalat dengan duduk ada tiga tingkat (cara):
a.      Duduk yang lebih utama ialah duduk iftirasy, dan diperbolehkan duduk bersila atau dengan duduk tawaruk. Cara rukuknya adalah dengan membungkuk sekiranya dahinya lurus dengan lutut. Adapun rukuk yang paling sempurna ialah membungkuk, meluruskan dahinya pada tempat sujud, sedangkan cara sujudnya sama dengan sujud orang yang kuasa berdiri,
b.      Bagi orang yang tidak mampu melakukan sujud seperti sujudnya orang kuasa berdiri, sujudnya diharapkan seperti melakukan rukuk tetapi lebih rendah,
c.       Bagi yang tidak mampu melakukan rukuk dan sujud sebagaimana tingkat kedua, sujud dan rukunya diharapkan dilakukan dengan isyarat kepala. Isyarat untuk sujud harus lebih rendah daripada isyarat untuk rukuk.

b)      Cara shalat dengan berbaring (tidur miring)
Orang yang tidak kuasa dengan berdiri dan duduk, maka ia bisa shalat dengan berbaring. Yang lebih utama adalah miring kekanan, bila tanpa ada alasan yang dibenarkan maka miring kekiri hukumnya makruh. Caranya sebagai berikut:
a.      Menghadap kiblat dengan wajah dan dada
b.      Rukuk dan sujudnya memakai isyarat kepala sebagaimana cara diatas dan isyarat sujudnya lebih rendah daripada isyarat rukuk

c)      Cara shalat dengan tidur telentang
Orang yang tidak mampu melaksanakan shalat dengan berbaring, maka harus melaksanakannya dengan tidur telentang. Caranya sebagai berikut:
a.      Wajib meletakkan sesuatu dibawah kepalanya, seperti bantal, agar dapat menghadap kiblat dengan wajah
b.      Menghadapkan kedua telapak kakinya ke kiblat, hal ini hukumnya sunah kecuali apabila tidak mampu menghadap kiblat dengan wajah maka menghadap kiblat dengan kedua telapak kaki
c.       Wajib isyarat dengan kepala pada waktu rukuk dan sujud. Dalam isyarat tersebut, dahi atau wajahnya didekatkan pada bumi. Isyarat sujud sendiri lebih rendah daripada isyarat rukuk.

2.      Shalat Dalam Kendaraan
Shalat dalam kendaraan maksudnya adalah mengerjakan shalat ketika berkendara dalam kendaraan yang sedang berjalan seperti kendaraan umum, seperti bus, kereta api, kapal laut dan kapal terbang, sebab apabila seseorang naik kendaraan pribadi tentu bisa mengatur waktu untuk berhenti mengerjakan shalat walaupun tidak ada ketentuan yang melarang shalat diatas kendaraan pribadi.
Tata cara shalat dalam kendaraan, ketika niat dan takbiratul ihram hendaklah diusahakan untuk dapat menghadap kiblat, jika sulit dilakukan maka boleh menghadap ke arah mana saja kendaraan itu berjalan dan jika memungkinkan untuk berdiri hendaklah shalat dengan berdiri, jika tidak bisa maka dilakukan dengan duduk atau bagaimana saja dapat dilakukan. Rasulullah SAW telah bersabda
عن ابن عمر رضي الله عنه قال سئل النبي ص م عن الصلاة في السفينة قال صل فيها قائما الا ان يخاف الغرق
“Dari Ibnu Umar ra berkata, “Rasulullah SAW ditanya oleh seseorang sahabat bagaimana shalat diatas perahu (kapal), beliau bersabda “Shalat di dalam perahu itu dengan berdiri, kecuali kamu takut tenggelam”
Hadist diatas menjelaskan bahwa orang yang berada didalam bahtera yang sedang berlayar cara mengerjakan shalatnya dengan cara berdiri. Tidak boleh sambil duduk, kecuali kalau takut akan karam. Para ulama fiqh menyatakan bahwa shalat dalam kendaraan hukumnya sah dengan menghadap kiblat selama tidak bergoyang ke sana kemari, jika ia tidak bisa menghadap kiblat seperti pesawat udara maka boleh menghadap kearah mana saja.
Adapun cara bersuci orang yang berrada didalam kendaraan, jika memungkinkan berwudlu dan tidak membawa kesulitan bagi orang lain, maka ia harus berwudlu. Akan tetapi pabila tidak memungkinkan unntuk berwudlu di dalam kendaraan tersebut maka boleh diganti dengan tayamum dengan debu yang suci, bisa lewat dinding-dinding yang ada di dalam kendaraan tersebut.

C.     Shalat Khauf
Shalat khauf adalah shalat yang dilakukan dalam keadaan kekhawatiran yang sangat atas keberadaan musuh, atau dalam keadaan perang. Shalat khauf ini memperbolehkan apa yang tidak diperbolehkan pada keadaan shalat biasa. Ada tiga cara dalam melaksanakan shalat khauf, yakni:
1.      Ketika musuh berada dalam posisi tidak pada arah kiblat dengan jumlah yang sedikit, sedangkan pasukan muslim jumlahnya lebih banyak dimana diperkirakan satu regu bisa menghadapi semua kekuatan musuh, maka imam harus membagi jama’ahnya menjadi dua regu:
a.      Satu regu berdiri menghadap ke arah musuh untuk membentengi regu yang lain yang sedang melaksanakan shalat.
b.      Regu yang lain berdiri shalat di belakang imam.
Lalu, imam shalat berjama’ah dengan regu di belakangnya satu raka’at. Setelah itu, imam berdiri tegak berdiri unntuk raka’at yang kedua, dan regu di belakang imam menyelesaikan shalatnya masing-masing hingga salam.
Selanjutnya, regu yang sudah selesai berbalik menghadap musuh menggantikan regu yang tadi melindunginya. Regu yang membentengi imam shalat berjama’ah pada raka’at pertama, sekarang bergiliran mengikuti imam untuk shalat sebanyak satu raka’at. Bagi imam, ini adalah raka’at kedua. Ketika imam menjalankn tahiyyat, regu ini langsung melanjutkan shalat sampai selesai salam. Imam duduk tahiyyat sambil menunggu merek mengucapkn salam bersama-sama.
2.      Shalat khauf yang kedua adalah ketika musuh berada di arah kiblat dan terlihat oleh tentara muslim tanpa terhalang oleh apapun. Sedangkan tentara muslim berjumlah sangat besar. Imm bisa mengatur jama’ah menjadi dua shaf. Ketika imam takbiratul ikhram, diikuti oleh seluruh pasukan (karena sudah menghadap kiblat semua). Pada raka’at pertama, imam melakukan gerakan sampai sujud hanya diikuti oleh barisan pertama saja. Barisan dibelakangnya melindungi. Ketika imam bangun, barisan kedua langsung mengikutinya sampai dengan bersujud bersama imam, kemudian melakukan tahiyyat bersama barisan kedua dan mengucapkan salam bersama-sama.
3.      Shalat khauf ketiga adalah ketika dalam suasana yang sangat gawat karena tengh berlangsungnya pertempuran, dimana semua pasukan sedang dalam keadaan berlaga pada jarak yang sangat dekat, bahkan saling berbenturan antara badan pasukan muslim dan pasukan musuh. Keadaan ini tidak memberi peluang sedikit pun untuk meninggalkan medan pertempuran. Bagi yang berkendaraan juga tidak bisa lagi turun dari kendaraan. Bagi yang berjalan kaki juga sudah tidak bisa lagi minggir keluar dari pertempuran. Dalam keadaan ini, pasukan bisa melaksanakan shalat sebisa mungkin, boleh sambil berjalan, boleh sambil berkendara, boleh tidak menghadap kiblat, boleh pula sambil memukul bertubi-tubi kepada lawan.