Social Icons

Pages

May 6, 2014

Landasan dan Operasional Pendidikan Islam



 BAB II
PEMBAHASAN
A.                Aspek Landasan Pendidikan Islam
Prof. Dr. H. M. Said mengistilahkan dasar pendidikan sebagai pondasi yang merupakan titik tolak dari mana dan bagaimana pendidikan itu dilaksanakan. Pendidikan Islam merupakan konsepsi yang datang dari Allah SWT yang bertujuan untuk mendidik manusia sesuai dengan fitrah kemanusiaannya. Dengan demikian diharapkan agar mereka dapat hidup di dunia ini dengan baik dan demikian pula di akhirat kelak.
Konsep pendidikan inni telah dilaksanakan sendiri oleh Rasulullah SAW dalam membina para sahabat beliau sehingga menjadi manusia-manusia pilihan yang berguna bagi agama dan seluruh umat manusia. Dalam membicarakan dasar pendidikan Islam ini pembahasan dibagi menjadi dua bagian yaitu dasar yang bersifat perennial dan dasar yang bersifat rasional.
1.      Dasar perennial (wahyu)
Risalah yang disampaikan Rasulullah SAW kepada umat manusia berupa al-Qur’an dan al-Sunnah adalah sebagai dasar dan sumber pendidikan Islam. Sebagai dasar keduanya dianggap sebagai dalil atau teori dalam pelaksanaan pendidikan Islam, sehingga merupakan landasan pendidikan Islam yang tidak goyah oleh goncangan situasi dan kondisi perubahan zaman. Sedangkan sebagai sumber berarti keduanya merupakan dalil atau teori yang bisa dikembangkan dan ditelaah secara ilmiah, dalam arti bahwa al-Qur’an dan al-Sunnah memiliki makna atau tafsir yang konstekstual dinamis.
a). al-Qur’an. Al-Qur’an adalah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Al-Qur’an sebagai dasar atau landasan pendidikan Islam dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmannya
y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`ŠÉ)­FßJù=Ïj9 ÇËÈ  
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”
b). al-Sunnah. Al-Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasulullah SAW sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para muhadditsin. Ketiga dimensi al-Sunnah (perkataan, perbuatan dan persetujuan) menggambarkan tingkah laku Rasulullah selaku guru pertama dalam Islam. Beliau bukan hanya seorang yang bersifat teoritis tetapi juga praktis.
2.      Dasar Rasional (ijtihad)
Dasar ini didapatkan melalui usaha dari manusia melalui fikiran ataupun innderanya, karena hal ini banyak berhubungan dengan kebudayaan manusia yang selalu berkembang.
Dalam pendidikan Islam, walaupun usaha tersebut merupakan pemahaman manusia tetapi masih tidak lepas dari kendali wahyu, usaha tersebut dikenal dengan ijtihad. Ijtihad adalah istialh para fuqaha yang maksudnya berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu untuk menetapkan suatu hokum terhadap hal-hal yang belum jelas hukumnya dari al-Qur’an dan al-Sunnah.

B.                 Aspek Operasional Pendidikan Islam
Diskusi mengenai pusat pendidikan pada dasarnya merupakan pembicaraan yang bersangkutan dengan pertanggung jawaban terhadap pendidikan anak. Pada kenyataannya masalah pendidikan memang merupakan masalah yang tidak terselesaikan. Dan begitu pula sebaliknya banyak pula anak-anak merasa tidak atau kurang mendapat pendidikan yang diharapkan dari orang tua mereka.
Sehubungan dengan masalah tersebut, timbul pertanyaan yang menyangkut siapakah yang sebenarnya harus bertanggung jawab yang secara imperative merupakan hal yang wajar atau sebagai keharusan, bukan tanggung jawab yang dipaksakan.
Pada umumnya para ahli pendidikan yang membagi lingkungan pendidikan menjadi tiga, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat. Tapi untuk kondisi dan situasi sekarang, pembatasan tersebut perlu dikaji ulang. Secara lebih luas, Tohari Musnamar mengemukakan lima pusat atau panca pusat pendidikan. Kelima pusat dimaksud, adalah sebagai berikut: keluarga, pergurguruan (termasuk madrasah dan pondok pesantren), rumah ibadah, masyarakat, dan media massa
Dalam pendidikan Islam, lembaga pendidikan formal lazim dikenal dengan madrasah yang mempunyai persyaratan sebagaimana sekolah dengan berbagai karakteristiknya. Karakteristik lembaga pendidikan formal telah diuraikan oleh Drs. Sanapiah Faisal yang dikutip dari pendapat G Poulston pada “Planning Non-Formal Education Alternatif” 1971 yaitu:
-          Tatanan struktur kuat dan jelas. Perangkat, unit dan hirarki tertata rapi dan mempunyai hubungan fungsional antara yang satu dengan yang lain.
-          Konten atau kandungannya bersifat akademik, abstrak dengan orientasi berskala nasional.
-          Waktu pelaksanaannya berorientasi jangka panjang dan masa depan dengan urutan programnya berlangsung ketat dan kaku
-          Tempat pendidikannya ditentukan pada lokasi tertentu
-          Pengendaliannya lebih terkoordinasi, umumnya ditangani oleh birokrasi nasional, regional atau keagamaan dengan posisi pengendalian dari atas
-          Fungsinya ditekankan pada sosiolisasi, enkulturasi dan memperpanjang masa belajar secara formal
-          Metode penyampaian yang digunakan luwes, kurang inovatif dan harus menyesuaikan dengan kebijaknasaan atasan
-          Pembiayaan terstandar untuk masing-masing jenjang.
Perguruaan sebagai wadah anak melatih sosialisasi diri secara formal, diperkenalkan dengan peraturan-peraturan, tata pergaulan, tuntunan dan tantangan belajar yang harus dijawabnya. Fungsi pemberian pendidikan, memang bukan sepenuhnya dan memang tidak mungkian diserahkan sepenuhnya kepada lembaga perguruan. Sebab pengalaman belajar, pada dasarnya bias diperoleh sepanjang hidup manusia, kapanpun dan dimanapun, termasuk juga dilingkungan keluarga dan masyarakat itu sendiri.
Mengenai arti pentingnya perguruan sebagai pusat pendidikan secara garis besar adalah sebagai berikut :
a)      Perguruan merupakan wadah pertama anak melatih sosialisasi diri secara formal, diperkenalkan dengan peraturan-peraturan, tata pergaulan, tuntutan dan tantangan belajar yang harus dijawabnya.
b)      Pada perguruan terdapat guru yang telah memperoleh pendidikan dan latihan professional dalam bidangnya. Profesionalitas guru inilah yang menjadikan perguruan lebih bermakna

Oleh karena itu tidak semua tugas pendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam lingkungan keluarga terutama menyangkut ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampial. Orang tua mengirim anak keperguruan. Dengan demikian, sebenarnya pedidikan di perguruan adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga. Disamping itu kehidupan di sekolah merupakan jembatan bagi anak yang menghubungkan hubungan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat.

C.                Problem Landasan Pendidikan Islam Dalam Operasionalnya
Konsep dasar pendidikan nasional di Indonesia, sebagaimana diketahui adalah tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang salah satu pointnya menyatakan sebagai berikut:
Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Berdasarkan kutipan tersebut jelaslah sebagaimana pendidikan yang lain di Indonesia, konsep dasar pendidikan madrasah berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan segi-segi ketaqwaan, kecerdasan, ketrampilan, budi pekerti dan semangat kebangsaan pada diri anak, yang kesemuanya itu diarahkan untuk kepentingan pembangunan di tanah air kita.
Keinginan tersebut juga dilatarbelakangi oleh pengalaman histori yang lain. Selama ratusan tahun dijajah oleh Belanda. Melihat kenyataan tersebut, kelompok pembaharuan Islam di Indonesia, setelah mendapatkan inspirasi atau pengaruh dari gerakan pembaharuan di Timur Tengah, akhirnya merumuskan khittah baru dalam bidang pendidikan. Caranya menggabungkan system dan isi pendidikan dari pesantren dan sekolah umum kemudian mereka mengambil segi-segi positifnya dan menciptakan model baru dalam lembaga pendidikan yaitu madrasah.
Dalam garis besar, problem yang sekarang ini banyak terjadi di madrasah adalah soal tenaga, biaya dan lingkungan. Tentang tenaga intinya menyangkut dua hal, yaitu kemampuan professional dan sikap mental.
Dalam keprofesionalan, banyak diantara pendidik yang masih jauh belum memenuhi persyaratan untuk terjun atau diterjunkan dalam kependidikan. Kelemahan ini bisa diatasi kalau saja tersedia biaya yang cukup, misalnya untuk menyelenggarakan atau mengikutsertakan mereka pada program penataran, kursus profesi dan semacamnya.
Sikap mental seseorang akhirnya juga berpengaruh terhadap kesungguhan dan cara kerjanya. Karena sikap mental lemah, seseorang bisa melakukan tugas semaunya saja, tidak serius, tidak disiplin, tidak mau berusaha meningkatkan diri dan lain-lain. Serta sikap kurang jujur dapat mengarahkan kepada penyelewengan, penyalah gunaan kesempatan dan semacamnya.
Problem selanjutnya adalah dalam biaya. Secara jujur mesti diakui bahwa dunia madrasah pada umumnya lemah dalam bidang biaya. Padahal dengan tersedianya biaya yang memadai, segala sesuatu bisa diatur, artinya ditingkatkan kuantitas maupun kualitasnya. Sementara, soal biaya ini berkaitan dengan sikap mental manusianya, masyarakat dan akhirnya lingkungan secara keseluruhan. Misalnya, berbeda dengan masa-masu lalu, kaum muslimin sekarang relative menurun gairah untuk beramal demi kepentingan agamanya.
Lingkungan, juga bisa mempengaruhi sikap dan cara anak didik menghadapi kewajiban studinya sehari-hari, termasuk anak didik madrasah. Mereka belajar, jauh-jauh sudah disertai niat yang kuat untuk mencapai ijazah. Ijazah perlu diraih dengan nilai sebaik-baik mungkin. Untuk memperoleh nilai baik, berbagai macam cara pun dilalui, dari yang jujur sampai dengan yang paling curang. Karena jengkel melihat atau mendengar kasus semacam ini, Ivan D. Illich sampai berpendapat lebih baik lembaga pendidikan formal dibubarkan saja.

DAFTAR PUSTAKA

Imam Bawani, Segi-Segi Pendidikan Islam, al-Ikhlas, Surabaya: 1987,
Zakiah Dradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, PT Bumi Aksara, Jakarta: 2008
Burhanuddin Abdullah, Pendidikan Islam Sebagai Sebuah Disiplin Ilmu, Pustaka Prisma, Yogyakarta: 2010