A.
Makna dan Hakikat
Shalat
Menurut bahasa Arab, shalat berarti doa. Ada
juga ulama yang mengatakan bahwa kata “shalat” diambil dari lafazh “shala” yang
artinya bagian tengah punggung manusia atau semua hewan yang berkaki empat,
atau berarti tulang punggung, atau bagian lubang antara anus dan tulang
ekornya, atau anggota badan yang ada disebelah kiri dan kanan ekor, keduanya
(sebelah kanan dan kiri ekor) disebut shalawaani (dua shala).
Adapun secara istilah adalah rangkaian
perakatan dan perbuatan, kuncinya adalah bersuci, tahrimnya adalah takbir dan
penghalalnya adalah salam (diakhiri dengan salam).
Dalam Islam, shalat memiliki kedudukan yang
tidak bisa ditandingi oleh ibadah lainnya. Sebab, ia merupakan tiang agama,
tidak akan tegak agama ini kecuali dengannya. Rasulullah SAW telah bersabda:
الَصَلَاةُ عِمَادُ الدِّيْنِ, فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدِّيْنَ وَمَنْ هَدَمَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّيْنَ
“Sholat itu adalah tiang agama (Islam), maka
barangsiapa mendirikannya maka sungguh ia telah mendirikan agama (Islam) itu
dan barangsiapa merobohkannya maka sungguh ia telah merobohkan agama (Islam)
itu.”
Keistimewaan lainnya
tentang shalat adalah:
a. Shalat
dihisab pertama kali
إِنَّ
أَوَّلَ
مَا
يُحَاسَبُ
النَّاسُ
بِهِ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
مِنْ
أَعْمَالِهِمْ
الصَّلَاةُ
“Sesungguhnya
yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat
adalah shalatnya”
b. Shalat
ibadah yang paling istimewa
-
Cara penerimaan
perintah shalat melalui peristiwa besar yaitu Isra’ Mi’raj
-
Diterima langsung oleh
nabi tanpa melalui perantara malaikat
-
Diterima pada bulan
mulia, yaitu bulan Ramadhan.
c. Shalat
pembeda orang kafir dan orang Islam
الْعَهْدُ
الَّذِي
بَيْنَنَا
وَبَيْنَهُمُ
الصَّلاةُ
، فَمَنْ
تَرَكَهَا
فَقَدْ
كَفَرَ
“Perjanjian diantara kami
dengan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka ia
kafir.”
Shalat yang dikehendaki oleh Islam itu tidak
hanya semata-mata perbuatan ritual atau sejumlah bacaan yang diucapkan oleh
lisan dan gerakan yang dilakukan oleh anggota badan saja, akan tetapi yang
dikehendaki yaitu terpadunya antara jiwa raga. Artinya antara lisan, gerakan
badan dan jiwa (hati) khusu’ semata-mata hanya ingat Allah dan mengagungkan
asma Allah.
Yang demikian itu tidak lain adalah karena
tujuan utama dari shalat, bahkan merupakan tujuan utama dari segala bentuk
ibadah, yaitu agar manusia senantiasa ingat akan Tuhannya. Sebagaimana firman
Allah dalam surat Thaha ayat 14
B.
Shalat Dalam Keadaan
Darurat
1. Shalat
Dalam Keadaan Sakit
Orang
yang sedang sakit harus tetap melakukan shalat lima waktu selama akal atau
pikirannya masih normal. Shalat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh setiap pribadi muslim.
Karena
begitu pentingnya shalat, maka dalam kondisi dan situasi apapun kita wajib
melakasnakan shalat. Jadi bagi orang yang sedang sakit yang tidak mampu dengan
kondisi berdiri maka bisa melaksanakan shalat sesuai dengan kemampuannya. Allah
SWT telah berfirman
“Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
Sedangkan
yang termasuk dalam arti tidak mampu adalah apabila dia mendapat kesulitan
dengan berdiri atau kesulitan dalam duduk dan seterusnya yang akan
mengakibatkan sakitnya akan bertambah atau ia takut berbahaya. Maka bagi orang
yang sedang sakit yang tidak mampu shalat dengan berdiri diperbolehkan shalat
dengan duduk, bila tidak mampu dengan duduk maka dengan berbaring, dan jika
tidak mampu juga bisa dengan berbaring. Adapun tata cara shalat
bagi orang yang sedang sakit dijelaskan sebagai berikut:
a) Cara
shalat dengan duduk ada tiga tingkat (cara):
a. Duduk
yang lebih utama ialah duduk iftirasy, dan diperbolehkan duduk bersila atau
dengan duduk tawaruk. Cara rukuknya adalah dengan membungkuk sekiranya dahinya
lurus dengan lutut. Adapun rukuk yang paling sempurna ialah membungkuk,
meluruskan dahinya pada tempat sujud, sedangkan cara sujudnya sama dengan sujud
orang yang kuasa berdiri,
b. Bagi
orang yang tidak mampu melakukan sujud seperti sujudnya orang kuasa berdiri,
sujudnya diharapkan seperti melakukan rukuk tetapi lebih rendah,
c. Bagi
yang tidak mampu melakukan rukuk dan sujud sebagaimana tingkat kedua, sujud dan
rukunya diharapkan dilakukan dengan isyarat kepala. Isyarat untuk sujud harus
lebih rendah daripada isyarat untuk rukuk.
b) Cara
shalat dengan berbaring (tidur miring)
Orang
yang tidak kuasa dengan berdiri dan duduk, maka ia bisa shalat dengan
berbaring. Yang lebih utama adalah miring kekanan, bila tanpa ada alasan yang
dibenarkan maka miring kekiri hukumnya makruh. Caranya sebagai berikut:
a. Menghadap
kiblat dengan wajah dan dada
b. Rukuk
dan sujudnya memakai isyarat kepala sebagaimana cara diatas dan isyarat
sujudnya lebih rendah daripada isyarat rukuk
c) Cara
shalat dengan tidur telentang
Orang
yang tidak mampu melaksanakan shalat dengan berbaring, maka harus melaksanakannya
dengan tidur telentang. Caranya sebagai berikut:
a. Wajib
meletakkan sesuatu dibawah kepalanya, seperti bantal, agar dapat menghadap
kiblat dengan wajah
b. Menghadapkan
kedua telapak kakinya ke kiblat, hal ini hukumnya sunah kecuali apabila tidak mampu
menghadap kiblat dengan wajah maka menghadap kiblat dengan kedua telapak kaki
c. Wajib
isyarat dengan kepala pada waktu rukuk dan sujud. Dalam isyarat tersebut, dahi
atau wajahnya didekatkan pada bumi. Isyarat sujud sendiri lebih rendah daripada
isyarat rukuk.
2. Shalat
Dalam Kendaraan
Shalat
dalam kendaraan maksudnya adalah mengerjakan shalat ketika berkendara dalam
kendaraan yang sedang berjalan seperti kendaraan umum, seperti bus, kereta api,
kapal laut dan kapal terbang, sebab apabila seseorang naik kendaraan pribadi
tentu bisa mengatur waktu untuk berhenti mengerjakan shalat walaupun tidak ada
ketentuan yang melarang shalat diatas kendaraan pribadi.
Tata
cara shalat dalam kendaraan, ketika niat dan takbiratul ihram hendaklah diusahakan
untuk dapat menghadap kiblat, jika sulit dilakukan maka boleh menghadap ke arah
mana saja kendaraan itu berjalan dan jika memungkinkan untuk berdiri hendaklah
shalat dengan berdiri, jika tidak bisa maka dilakukan dengan duduk atau
bagaimana saja dapat dilakukan. Rasulullah SAW telah
bersabda
عن ابن عمر رضي الله عنه قال سئل النبي ص م عن الصلاة في السفينة قال صل فيها قائما الا ان يخاف الغرق
“Dari
Ibnu Umar ra berkata, “Rasulullah SAW ditanya oleh seseorang sahabat bagaimana
shalat diatas perahu (kapal), beliau bersabda “Shalat di dalam perahu itu
dengan berdiri, kecuali kamu takut tenggelam”
Hadist diatas menjelaskan bahwa orang yang
berada didalam bahtera yang sedang berlayar cara mengerjakan shalatnya dengan
cara berdiri. Tidak boleh sambil duduk, kecuali kalau takut akan karam. Para
ulama fiqh menyatakan bahwa shalat dalam kendaraan hukumnya sah dengan
menghadap kiblat selama tidak bergoyang ke sana kemari, jika ia tidak bisa
menghadap kiblat seperti pesawat udara maka boleh menghadap kearah mana saja.
Adapun
cara bersuci orang yang berrada didalam kendaraan, jika memungkinkan berwudlu
dan tidak membawa kesulitan bagi orang lain, maka ia harus berwudlu. Akan
tetapi pabila tidak memungkinkan unntuk berwudlu di dalam kendaraan tersebut
maka boleh diganti dengan tayamum dengan debu yang suci, bisa lewat
dinding-dinding yang ada di dalam kendaraan tersebut.
C. Shalat
Khauf
Shalat
khauf adalah shalat yang dilakukan dalam keadaan kekhawatiran yang sangat atas
keberadaan musuh, atau dalam keadaan perang. Shalat khauf ini memperbolehkan
apa yang tidak diperbolehkan pada keadaan shalat biasa. Ada tiga cara dalam
melaksanakan shalat khauf, yakni:
1. Ketika
musuh berada dalam posisi tidak pada arah kiblat dengan jumlah yang sedikit,
sedangkan pasukan muslim jumlahnya lebih banyak dimana diperkirakan satu regu
bisa menghadapi semua kekuatan musuh, maka imam harus membagi jama’ahnya
menjadi dua regu:
a. Satu
regu berdiri menghadap ke arah musuh untuk membentengi regu yang lain yang
sedang melaksanakan shalat.
b. Regu
yang lain berdiri shalat di belakang imam.
Lalu, imam shalat berjama’ah dengan regu di
belakangnya satu raka’at. Setelah itu, imam berdiri tegak berdiri unntuk
raka’at yang kedua, dan regu di belakang imam menyelesaikan shalatnya
masing-masing hingga salam.
Selanjutnya, regu yang sudah selesai berbalik
menghadap musuh menggantikan regu yang tadi melindunginya. Regu yang
membentengi imam shalat berjama’ah pada raka’at pertama, sekarang bergiliran
mengikuti imam untuk shalat sebanyak satu raka’at. Bagi imam, ini adalah
raka’at kedua. Ketika imam menjalankn tahiyyat, regu ini langsung melanjutkan
shalat sampai selesai salam. Imam duduk tahiyyat sambil menunggu merek
mengucapkn salam bersama-sama.
2. Shalat
khauf yang kedua adalah ketika musuh berada di arah kiblat dan terlihat oleh
tentara muslim tanpa terhalang oleh apapun. Sedangkan tentara muslim berjumlah
sangat besar. Imm bisa mengatur jama’ah menjadi dua shaf. Ketika imam
takbiratul ikhram, diikuti oleh seluruh pasukan (karena sudah menghadap kiblat
semua). Pada raka’at pertama, imam melakukan gerakan sampai sujud hanya diikuti
oleh barisan pertama saja. Barisan dibelakangnya melindungi. Ketika imam
bangun, barisan kedua langsung mengikutinya sampai dengan bersujud bersama
imam, kemudian melakukan tahiyyat bersama barisan kedua dan mengucapkan salam
bersama-sama.
3. Shalat
khauf ketiga adalah ketika dalam suasana yang sangat gawat karena tengh
berlangsungnya pertempuran, dimana semua pasukan sedang dalam keadaan berlaga
pada jarak yang sangat dekat, bahkan saling berbenturan antara badan pasukan
muslim dan pasukan musuh. Keadaan ini tidak memberi peluang sedikit pun untuk
meninggalkan medan pertempuran. Bagi yang berkendaraan juga tidak bisa lagi
turun dari kendaraan. Bagi yang berjalan kaki juga sudah tidak bisa lagi
minggir keluar dari pertempuran. Dalam keadaan ini, pasukan bisa melaksanakan
shalat sebisa mungkin, boleh sambil berjalan, boleh sambil berkendara, boleh
tidak menghadap kiblat, boleh pula sambil memukul bertubi-tubi kepada lawan.