BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak pendapat
dari kedua belah pihak, yakni pihak Islam (Timur) dan Kristen (Barat), untuk
mendifinisikan sesuatu yang mereka katakana sebagai perang salib. Menurut pihak
Islam, perang salib terjadi akibat sikap dan tindakan pihak barat yang memulai
nya dengan menyebar dan meniupkan isu busuk bagi dunia timur mengenai adanya
perang melawan Islam. Sementara itu, menurut pihak Kristen, sikap dan tindakan
Timur yang mempersulit, bahkan mencegah umat Kristen mendatangi kota suci
merrka di Jerussalem merupakan sebab satu-satu nya yang menimbulkan reaksi
keras dan kobaran semangat perang bagi barat. Namun, di luar semua itu, perang
salib merupakan salah satu perang terbesar sepanjang sejarah yang berlangsung
kurang lebih dua abad lamanya, yakni sejak tahun 1099 sampai 1291. Perang salib
terjadi secara besar-besaran sebagai tragedi berdarah yang memperebutkan satu
kota suci agama Ibrohimiyah(Islam, Kristen dan Yahudi), yakni Jerussalem.
Namun, karena pada waktu itu kekuatan Yahudi lemah, maka yang kentara ialah
perang salib di pawangi oleh eksponen Islam dan Kristen.
Tentunya, untuk
mengetahui berbagai hal tentang Perang Salib, sebenarnya selalu tidak bisa
mengabaikan peran tokoh-tokoh tersebut. Mereka adalah orang-orang besar yang
sangat penting kita ketahui.
Oleh karena itu,
buku ini di hadirkan untuk tujuan tersebut. Buku ini berisi semcam biografi
singkat tikoh-tokoh terkemuka dan paling terkenal dari kedua belah pihak dalam
kesejarahan Perang Salib.
Selain
mengetahui secara umum mengenai kehidupan tokoh-tokoh tersebut, kita juga dapat
belajar tentang cara mereka menjadi orang besar lantaran sikap mereka yang
gagah berani dan pantang sedikit pun mundur dari gejolak di medan perang.
Kita mengetahui
bahwa panglima perang tidak hanya merupakan orang-orang yang tidak
berprikemanusiaan yang hanya menawan, menyiksa, dan membunuh musuh-musuh
mereka. Tetapi, kita juga tau bahwa mereka kerap pula di anggap sebagai
orang-orang yang sangat bijaksana, setia pada prinsip, dan bersikap toleran.
Adapun contoh
konkrit terkait itu adalah tokoh-tokoh besar, Shalahuddin al-Ayyubi dari pihak
Islam ataupun Pangeran Frederick II dari pihak Kristen.[1]
B. Rumusan Maslah
a. Factor
Agama. Sejak Dinasti Saljuk mengambil alih Jerusalem dari Dinasti Fatimiyah pada
tahun 1077 M.
b. Factor
politik. Kekalahan Bizantium di Manzikart (Armenia) pada tahun 1071.
c. Faktor
Sosial-Ekonomi pedagang-pedagang Eropa yang berada di Laut Mediterania memiliki
ambisi untuk menguasai sejumlah wilayah potensial di Timur.
d. Serta
Christopher Tyerman membagi Perang Salib kedalam 9 periode.
C. Tujuan
a.
Agar Mahasisiwa
mengetahui bagaimana proses terjadinya Perang Salib.
b.
Dan mengetahui
siapa-siapa saja yang terlibat di dalamnya.
c.
Serta dapat
mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di dalam perang Salib.
d.
Dan siapa pun
yang membaca makalah ini semoga mendapatkan ilmu pengetahuan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Factor
Agama
Perang
Salib adalah serangkaian ekspedisi militer yang diorganisasikan oleh Eropa
Kristen terhadap kekuatan kaum muslimin di Timur Dekat untuk mengambil alih
control atas Kota Suci Jerusalem. Perang ini berlangsung sekitar 2 abad lebih,
yaitu sejak tahun 1096 M ketika perang pertama diserukan oleh pihak Eropa
Kristen hingga tahun 1291 M saat tentara Salib di Timur dipaksa keluar dari
Acre-Suriah yang merupakan pertahanan terakhir mereka.[2]
Menurut Hafizh Dasuki, ada tiga
faktor penyebab terjadinya Perang Salib. Factor agama. Sejak Dinasti Saljuk
mengambil alih Jerusalem dari Dinasti Fatimiyah pada tahun 1077 M, orang
Kristen merasa dipersulit dalam melaksanakan ibadah. Hal ini ditunjukkan oleh
rombogan peziarah Kristen di bawah pimpinan Mitaz, pada tahun 1064, yang
memimpin 7.000 orang peziarah bersenjata lengkap, “termakan” isu bahwa penguasa
Jerusalem (Dinasti Saljuk) telah melakukan penganiyayaan terhadap peziarah
Kristen terdahulu.
B.
Factor Politik
Faktor
politik. Kekalahan Bizantium di Manzikart (Armenia) pada tahun 1071 dam
jatuhnya Asia Kecil ke tangan Saljuk mendorong Kaisar Konstantinopel, Alexius I
Comnenus II, pada tahun 1095 M, meminta bantuan Paus Urbanus II, Imam Katolik
Roma, untuk kembali mengambil alih wilayah tersebut dan berharap menyatukan
gereja Yunani dan Roma. Kesediaan Paus
memberikan bantuan ini di dasari keyakinan bahwa ia memiliki kekuasaan dan
pengaruh besar terhadap para Raja Eropa. Saat itu, dunia Islam terpecah menjadi
empat pusat kekuasaan, yakni Dinasti Fatimiyah di Mesir, Abbasiyah di Baghdad,
Umayah di Spanyol, dan Saljuk di Asia Kecil, yang kesemuanya sedang mengalami
kekacauan politik, perpecahan antardinasti, dan kegoyahan intern.
C.
Factor
Sosial Ekonomi
Faktor
sosial ekonomi. Pedagang-pedagang Eropa yang berada di laut Mediterania
mamiliki ambisi untuk menguasai sejumlah wilayah potensial di Timur. Ketika
itu, kekuatan ekonomi Eropa terbagi menjadi tiga, yakni kaum gereja, kaum
bangawasan, dan rakyat jelata.
Keadaan
kaum rakyat jelata tertindas. Oleh sebab itu, ketika mereka diseru oleh pihak
gereja untuk ambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan mendapatkan
kebebasan dan kesejahteraan apabila perang dapat dimenangkan, mereka meyambut
seruan itu dengan penuh antusias dan suka cita.
D.
Christopher
Tyerman membagi Perang Salib kedalam 9 periode.
Pertama, sejak tahun 1095 M
sampai 1099 M. Hal ini ditandai oleh permintaan bantuan dari Kaisar Byzantium,
Alexius I Comnenus, kepada Paus Roma untuk menyerang Turki Seljuk yang
menguasai Jerusalem dan berbuat sewenang-wenang terhadap sejumlah peziarah
Kristen.
Pada tahun itu pula, di Dewan
Clarmont, Paus Urbanus II menyerukan kepada umat Kristen untuk bergabung
melawan Turki Seljuk. Ia menjanjikan bahwa siapa pun yang meninggal dalam
perang ini akan mendapat pengampunan dosa dan balasan surge.
Tentara Salib secara resmi berangkat
ke Asia Kecil pada tahun 15 Agustus 1096 M. Kemudian, pada 19 Juni 1097, mereka
berhasil menaklukkan Nicea dari kekuasaan Seljuk. Pada tahun 1098 M, mereka
mengepung Antiokhia. Lalu, mereka mencapai Jerusalem pada 7 Juni 1099 M. Dan ,
pada 15 Juli, mereka menaklukkannya. Sepanjang periode ini, mereka telah
berhasil membangun 4 kerajaan, yakni Kerajaan Jerusalem, Kerajaan Antiokhia,
Kerajaan Edessa, dan Kerajaan Tripoli.
Kedua, sejak tahun 1147 M
sampai 1149 M. Setelah perjanjian damai, pada tahun 1147
M, tentang muslim menaklukkan Edessa. Hal ini memantik tergelarnya kembali
Perang Salib. Sementara itu, di barat, tentara salib merebut Lisboa dan Tortosa
dari tentara muslim.
Tetapi, hingga tahun 1149 M, tentara
Salib tidak dapat menaklukkan satu pun wilayah muslim di Asia Kecil. Bahkan, di
antara panglima perangnya saling merebutkan wilayah kekuasaan. Pada periode
ini, kemenangan ada di pihak umat muslim.
Ketiga, sejak tahun 1187 M
sampai 1192 M. Periode tersebut bisa dikatakan sebagai periode kebesaran
Shalahuddin al-Ayyubi. Pada tahun 1187
M, ia menaklukkan Jerusalem, setelah hampir satu abad Jerusalem dikuasai oleh
Kristen, pada Pertempuran Hattin yang terkenal itu. Maka, Paus Roma kembali
menyerukan Perang Salib. Selama periode ini, Shalahuddin menjadi tokoh yang
tidak hanya dihormati oleh umat Islam, tetapi juga umat Kristen, karena
terkenal kebijaksanaannya.
Namun, pada tahun 1191 M, Richard
the Lionheart merebut kembali Acre, Arsuf, dan Jaffa, serta menawan ratusan
prajurit muslim. Tetapi, ia gagal merebut Jerusalem dari tangan Shalahuddin.
Keempat, sejak tahun 1202 M
hingga 1204 M. Perang Salib pada periode ini dimulai oleh Paus Innocent III
dengan maksud mengusir Ayyubiyah Mesir. Karena keterbatasan dana, tentara salib
saling berebut perlengkapan
perang dengan Negara salib yang ada, termasuk Byzantium.
Karena peperangan internal, tentara
salib tidak bisa mengambil kembali Jerusalem. Dan, sebagian besar di antara
mereka “menelan” kekalahan terhadap tentara muslim. Alih-alih hasil, peperangan
mereka itu menimbulkan pertentangan besar antara Gereja Ortodoks di Timur dan
Gereja Katolik Roma.
Kelima, sejak tahun 1217 M
sampai 1221 M. Pada tahun 1215 M, Dewan Lateran Keempat merumuskan kembali
rencana untuk mengambil Jerusalem dari kekuasaan umat muslim. Pada tahun 1219
M, tentara salib merebut Damietta di Mesir. Kemudian, pada tahun 1221 M, mereka
melancarkan serangan membabi buta di Kairo, pusat tentara muslim Ayyubiyah.
Tetapi, Sultan Ayyubiyah al-Kamil mengembalikan kondisi dengan membabat hampir
seluruh tentara salib dan menawan merka.
Maka, sejak tahun 1221 M, pihak muslim dan Kristen menyetujui
perjanjian damai selama 8 tahun. Tidak sampai ke tahun itu, tentara salib
melanggar janji. Akhirnya, mereka melakukan perlawanan kembali.
Keenam, sejak tahun 1228 M sampai
1229 M. Pada tahun 1228 M, dengan kelihaiannya berperang dan berdiplomasi,
Kaisar Frederick II memimpin tentara salib dan berhasil menaklukkan Nazaret,
Btlehem, dan Jurusalem.
Pada tahun 1229 M, setelah gagal
manaklukkan Mesir, Kaisar Frederick II membuat perjanjian damai dengan
Al-Kamil. Perjanjian ini memungkinkan orang Kristen menguwasai sebagian besar
Jerusalem, sedangkan orang muslim diberi kekuasaan terhadap Masjid Al-Aqsha.
Perjanjian itu berlangsung sekitar 10 tahun. Al-Kamil, karena menyerahkan
Jerusalem, banyak menunai kutukan dari pihaknya sendiri.
Ketujuh, sejak tahun 1248 M
sampai 1254 M. Pada tahun 1243 M, kaum Templar Kristen melanggar perjanjian
perdamaian dan berkonflik dengan Mesir. Dan, pada tahun kedua, mereka menyerang
Jerusalem. Umat muslim marah atas kejadian ini. Baybar, pemimpin pasukan tentara muslim,
menghabisi mereka hanya dalam jangka waktu 48 jam.
Oleh sebab itu, Lois IX memimpin
tentara salib untuk menyerang Mesir sejak tahun 1248 M sampai 1254 M. Pusat
mereka berada di Acre. Tetapi,
mereka “menelan” kekalahan, dan tentara muslim pun tetap tak terkalahkan.
Kedelapan, sejak tahun 1270 M
hingga 1271 M. Perang Salib ini dimulai lagi oleh Lois IX pada tahun 1270 M. Ia
bergabung dengan sisa-sisa Kerajaan Salib di Syria. Tentara salib kali ini
hendak menaklukkan Tunisia. Tetapi, hanya 2 bulan berselang, Lois IX meninggal
dunia.
Kesembilan, sejak tahun 1271
M sampai 1272 M. Pada periode ini, Edward I memimpin tentara salib berperang
dengan Baybar. Namun, usaha tersebut gagal total. Pada tahun beriktnya, mereka
bergabung dengan tentara Mongol. Tetapi, tentara gabungan mereka di buat
frustrasi oleh tentara muslim. Baybar pun berjanji untuk “membersihkan” Timur
Tengah dari tentara salib.
Dengan “jatuhnya” Antiokhia (pada
tahun 1268 M), Tripoli (pada tahun 1289 M), dan Acre (pada tahun 1291 M),
orang-orang Kristen dibantai oleh tentara muslim sehingga pemerintahan Kristen
di Levant “habis kisahnya”.
Namun, periode tersebut hanya satu
dari sejumlah
perspektif. Kenyataannya, pda tahun 1300-an, tentara muslim yang diwakili oleh
Dinasti Turki Utsmani membalas dendam terhadap tentara salib dengan cara balik
menjajah sebagai wilayah di Eropa. Hanya saja, hal itu lebih di anggap sebagai invasi
politis Turki Utsmani.
Penyerang terhdap Eropa diwakili
oleh Siltan Bayazid Yuldrim yang di dalam buku ini juga dimasukkan sebagai
tokoh muslim dalam Perang Salib. Pada tahun 1400-an, Turki Utsmani yang di
pimpin oleh Mehmed II tidak hanya menjajah sejumlah kerajaan di Eropa, Asia,
dan Afrika, tetapi juga berhasil “membersihkan” sisa-sisa tentara salib di
Timur Tengah.
Bahkan, Mehmed II berhasil
menaklukkan Kekaisaran Byzantium, yang dengan demikian merupakan usaha pertama
dari pihak muslim untuk menyudahi kekaisaran Kristen di Daratan Mediterania.
Mehmed II dalam periode ini pun dikenal sebagai pembunuh Vlad Dracula, yakni
panglima tentara salib yang “haus darah” dan telah membunuh ribuan umat muslim.[3]
E. Pengaruh
Perang Salib di Dunia Islam
Perang Salib yang terjadi sampai pada akhir
abad XIII memberi pengaruh kuat terhadap Timur dan Barat. Di samping kehancuran
fisik, juga meninggalkan perubahan yang positif walaupun secara politis, misi
Kristen-Eropa untuk menguasai Dunia Islam gagal. Perang Salib meninggalkan
pengaruh yang kuat terhadap perkembangan Eropa pada masa selanjutnya.
Akibat yang paling tragis dari Perang Salib
adalah hancurnya peradaban Byzantium yang telah dikuasai oleh umat Islam sejak
Perang Salib keempat hingga pada masa kekuasaan Turki Usmani tahun 1453.
Akibatnya, seluruh kawasan pendukung kebudayaan Kristen Orthodox menghadapi
kehancuran yang tidak terelakkan, yang dengan sendirinya impian Paus Urban II
untuk unifikasi dunia Kristen di bawah kekuasaan paus menjadi pudar.
Perubahan nyata yang merupakan akibat dari
proses panjang Perang Salib ialah bahwa bagi Eropa, mereka sukses melaksanakan
alih berbagai disiplin ilmu yang saat itu berkempang pesat di dunia Islam,
sehingga turut berpengaruh terhadap peningkatan kualitas peradaban bangsa Eropa
beberapa abad sesudahnya. Mereka belajar dari kaum muslimin berbagai teknologi
perindustrian dan mentransfer berbagai jenis industri yang mengakibatkan
terjadinya perubahan besar-besaran di Eropa, sehingga peradaban Barat sangat
diwarnai oleh peradaban Islam dan membuatnya maju dan berada di puncak
kejayaan.
Bagi umat Islam, Perang Salib tidak memberikan
kontribusi bagi pengebangan kebudayaan, malah sebaliknya kehilangan sebagian
warisan kebudayaan. Peradaban Islam telah diboyong dari Timur ke Barat. Dengan
demikian, Perang Salib itu telah mengembalikan Eropa pada kejayaan, bukan hanya
pada bidang material, tetapi pada bidang pemikiran yang mengilhami lahirnya
masa Renaisance. Hal tersebut dapat dipahami dari kemenangan tentara Salib pada
beberapa episode, yang merupakan stasiun ekspedisi yang bermacam-macam dan
memungkinkan untuk memindahkan khazanah peradaban Timur ke dunia Masehi-Barat
pada abad pertengahan.
Di bidang seni, kebudayaan Islam pada abad
pertengahan mempengaruhi kebudayaan Eropa. Hal itu terlihat pada bentuk-bentuk
arsitektur bangunan yang meniru arsitektur gereja di Armenia dan bangunan pada
masa Bani Saljuk. Juga model-model arsitektur Romawi adalah hasil dari revolusi
ilmu ukur yang lahir di Eropa Barat yang bersumber dari dunia Islam.
Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan
eksplorasi yang berujung pada ditemukannya benua Amerika dan route perjalanan
ke India yang mengelilingi Tanjung Harapan. Pelebaran cakrawala terhadap peta
dunia mempersiapkan mereka untuk melakukan penjelajahan samudera di kemudian
hari. Hal tersebut berkelanjutan dengan upaya negara-negara Eropa melaksanakan
kolonisasi di berbagai negeri di Timur, termasuk Indonesia.
Bagi dunia Islam, Perang Salib telah
menghabiskan asset kekayaan bangsa dan mengorbankan putera terbaik. Ribuan
penguasa, panglima perang dan rakyat menjadi korban. Gencatan senjata yang
ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh pasukan salib selalu didahului dengan
pembantaian masal. Hal tersebut merusak struktur masyarakat yang dalam limit
tertentu menjadi penyebab keterbelakangan umat Islam dari umat lain.
Walaupun demikian, di sisi lain Perang salib
membuktikan kemenangan militer Islam di abad pertengahan, yang bukan hanya
mampu mengusir Pasukan Salib, tetapi juga pada masa Turki Usmani mereka mampu
mencapai semenanjung Balkan (abad ke-14-15) dan mendekati gerbang Wina (abad
ke-16 dan 17), sehingga hanya Spanyol dan pesisir Timur Baltik yang tetap
berada di bawah kekuasaan Kristen.[4]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari kajian di atas dapat di simpulkan bahwa Perang Salib adalah
Perang yang terjadi karena factor-faktor agama, politik dan sosial ekonomi. Dan
perang ini sangat berpengaruh sekali terhadap dunia Islam.
B.
Saran
Setelah membaca, mempelajari, dan memahami isi makalah
ini diharapkan seluruh pembaca mengaplikasikan ilmu yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution,
Harun. 1985. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1. Jakarta: UI
Press.
Fattah Asyur, Said Abdul. 1993. Kronologi
Perang Salib. Jakarta: Fikahati Aneska.
Dasuki,
Hafizh. 1994. Ensiklopedia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
Sejarah
Islam (Tarikh Pramodern) Prof, K, Ali
2003
[1]
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI
Press, 1985, cetakan kelima), hlm. 77.
[2]
Said Abdul Fattah Asyur, Kronologi Perang Salib (Jakarta: Fikahati
Aneska, 1993), hlm. 21.
[3]
Hafizh Dasuki, Ensiklopedia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
1994), hlm. 240.
[4] Prof,
K, Ali Sejarah Islam (Tarikh Pramodern) 2003, hlm. 315.
No comments:
Post a Comment