BAB I
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
SURAT MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Dalam
mendefinisikan surah makkiyah dan madaniyah, terjadi perbedaan pendapat
diantara para ulama, sebagian mendefinisikan berdasarkan tempat, sebagian lain
berdasarkan mukhatab (orang yang diajak bicara) dan ada juga yang
berdasarkan waktu.[1]
1. Definisi
berdasarkan tempat; makki adalah ayat
al-qur`an yang di turunkan di Makkah
walaupun Nabi hijrah ke Madinah, seperti
Mina, Arafah, dan Hudaibiyah adalah termasuk surah Makkiyah. Sedang Madani adalah ayat-ayat al-qur`an yang
di turunkan di Madinah, seperti surah turun Uhud dan Badar adalah termasuk
dalam ayat Madaniyah.
Contoh ayat
yang di turunkan selain Mekah dan Madinah adalah
Artinya;
dan tanyakanlah kepada rasul-rasul kami yang telah kami utus sebelum kamu:
“adakah kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang maha
pemurah?” (QS.
Az-Zaukhruf [43]:45)
Ayat inni di
turunkan di Bait Al Maqdis ketika malam isra` mi`raj. Maka definisi ini tidak
bias merengkuh istilah Makki dan Madani secara komprehensif, Karena itulah para
ulama tidak menyebut definisi ini sebagai definisi yang ideal.
2.
Definisi berdasarkan mukhatab; makki
adalah ayat-ayat berbicara dengan orang-orang Mekah. Sedangkan
Madani adalah ayat-ayat yang berbicara
dengan penduduk Madinah. Berdasarkan definisi ini maka ulama mengatakan, setiap
ayat yang diawali dengan lafadz; ياأيهاالناس Adalah Makki karrena mayoritas penduduk Mekah
ketika itu belum beriman (Kafir) dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW.,
dan ayat yang diawali dengan lafadz: ya ياأيهاالذين آمنوا Adalah Madani karrena mayoritas penduduk Madinah sudah beriman.
Beberapa ulama sepakat dengan pendapat ini juga memasukkan ayat yang dimulai dengan lafazd يآبني آدمke dalam ayat
Makkiyah. Abu Ubaid misalnya, meriwayatkan dalam kitabnya, Fidha`il Al-Qur`an,
dari Maimun bin Mahran, dia berkata; “setiap ayat dalam Al-qur`an yang ada
lafadz ) (يآأيها الناسatau
(يآبني آدم) adalah
Makkiyah, dan setiap ayat yang ada lafadz يآأيها الذين آمنو adalah Madaniyah.[2]
Namun dalam definisi ini, para ulama juga bersifat sama seperti apa yang
lakuakan atas definisi pertama, para ulama menolak definisi Makki dan Madani
perspektif kedua ini dengan dua alas an; definisi ini tidak jami` dan mani`
karena lafazd-lafazd di atas. Contohnya firman Allah SWT di bawah ini…
يأيها اللنبي اتق الله ولاتطع الكفرين والمنفين ؛ إن الله كان عليما
حكيما (الاحزب:1)
Artinya; Hai
Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan)
orang-orang kafirdan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah maha mengetahui
lagi maha bijaksana. (QS. Al-Ahzab [33]:1).
Dalam Al-Munafikun Allah SWT. Juga ver
إذا جآءك
المنفقون قالوا نشهد إنك لرسول الله ’ والله يعلم إنك لرسوله, والله يشهد إن
المنفقين لكذبون (المنفقون:1)
Artinya; apabila orang-orang munafik dating kepadamu, mereka berkata:
“kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu rasul-rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa
sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (QS.
Al-Munafiqun [63]1).
Kedua,
pembaagian ini tidak berlaku bagi setiap ayat yang ada dalam Al Qur`an, karena
ada juga ayat-ayat Makkiyah yang di awali dengan (يآأيها الذين آمنو). Begitu pula
sebaliknya, ada ayat-ayat Madaniyah yang diawali dengan (يآأيها آلناس). contohnya
adalah surat An Nisa` adalah Madaniyah tetapi pada awal surat ini Allah
berfirman: يآ أيها الناس اتقوا
ربكم.......الآية
3. Definisi
berdasarkan waktu; Makki adalah ayat-ayat yang Al Qur`an yang turun sebelum
Nabi hijrah ke Madinah. Sedangkan madani adalah ayat-ayat Al Qur`an yang turun setelah
Nabi hijrah ke Madinah.
Berdasarkan definisi ini maka setandar sebuah ayat dapat
dikatakan sebagai makkiyah dan Madaniyan adalah waktu hijrah, tanpa melihat
tempat atau orang yang diajak bicara (mukhatab) oleh ayat tersebut. Ayat:
الماءِدة–
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتَمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلِإِ سْلَامَدِ يْنًا
“Hari ini telah aku sempurnakan
agamamu, telahku cukupkan kepadamu nikmatku dan telahku ridoi Islam menjadi
Agamamu.” (Al-Maidah:3
Termasuk dalam ayat atau
surat Madaniyah walaupun ia diturunkan di Arafah ketika Haji Wada`, karena Haji
Wada` terjadi pasca hijrah.
Begitu pula dengan ayat:إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها termasuk dalam ayat Madaniyah walaupun ia
diturunkan di Mekah ketika fathu Mekah, begitu pula ayat-ayat yang diturunkan
ketika Rasul SAW bepergian, seperti pembukaan surat Al-Anfal yang diturunkan di
Badar juga ayat Madaniyah bukan Makkiyah karena ayat tersebut diturunkan
setelah Nabi hijrah.
Pendapat ketiga ini adalah pendapat yang paling masyhur
di kalangan para ulama, dan mendapat pengakuan serta dukungan yang luar biasa,
karena menurut mereka definisi ini adalah definisi yang jami` dan mani`. Imam
Az Zarkasyi mengatakan bahwa definisi Makki dan Madani yang masyhur di kalangan
para ulama adalah definisi ini. Senada dengan Az Zarkasyi, As Suyuthi dan Az
Zarqani juga mengataka hal yang sama.
B. KLASIFIKASI SURAT MAKKIYAH
DAN MADANIYAH
Perbedaan
tempat dan konteks penurunan wahyu ternyata mengandung rahasia yang cukup menarik
untuk dikaji dan diteliti. Maka para ulama pun mulai mengkaji lebih mendalam
tentang ayat-ayat berdasarkan tempat dan keadaan di mana ia diturunkan.
Kemudian mereka mengklasifikasikan ayat-ayat tersebut ke dalam beberapa kategori.
Antara lain; Makki dan Madani, safari badhari, shaifi dan syita, laili dan
nahari dan memberikan contoh pada tiap-tiap kategori tersebut. Hal
ini menunjukan keseriusan ulama dalam membahas dan mengkaji hal-hal yang
berkaitan dengan Al Qur`an.
Pertama, ilmu Makki dan Madani
cakupannya lebih luas, jadi mengetahui Makki dan Madani secara langsung juga
mengetahui kategori yang lain.
Kedua, dua kategori ini juga banyak
mengulas tentang proses pensyari`atan hokum Islam.
Ulama telah membahas secara panjang lebar mengenai pembagian surah Makkiyah
dan Madaniyah, misalnya Abu ja`far An Nahhas dalam An Nasihk wa Al Mansuhknya,
Imam Al Baihaqi dalam Dalail An Nubuwahnya, Ibnu Dhurais dalam fadhailmAl
Qur`annya, Abu Ubaid, Abu Bakar Al Ambari, Abu Al hasan bin Al Hashshar dan
masih banyak lagi.[3]
Namun pendapat yang ideal diantara pendapat-pendapat ulama dalam masalah
ini, sebagaimana disebutkan As Suyuthi dalam Al-Itqan, adalah pendapat Abu Al
Hasan bin Al Hashshar dalam An Nasihk wa Al mansuhknya,[4] Al Hashshar mengatakan bahwa berdasarkan kesepakatan mayoritas ulama,
surat-surat Madaniyah berjumlah dua puluh surat, sedangkan surat-surat yang
diperselisihkan berjumlah dua belas surat dan selebihnya adlah surat Makkiyah.
Kemudian dalam Nashamnya Al Hashshar menyatakan secara berurutan sebagai
berikut:
Dua puluh surat yang sudah
disepakati ulama adalah: surat Al Baqarah, Ali Imran, An Nisa`, Al Ma`idah, Al
Anfal, At Taubah, An Nur, Al Ahzab, Muhammad, Al Fath, Al Hujurat, Al Hadid, Al
Mujadilah, Al Hasyr, Al Mumtahanah, Al Jumu`ah, Al Munafiqin, At Thalaq, At
Tahrim, dan An Nas (HR.
Sedangkan dua belas surat
yang masih dalam perdebatan ulama, apakah ia termassuk dalam kategori makkiyah
atau Madaniyah adalah: surat Al Fatihah, Ar Ra`d, Ar Rahman, Ash Shaf, At
Taghabun, At tathfif, Al Qadar, Al Bayyinah, Az Zalzalah, Al Ikhlas, dan Al
Mu`awwidzatain (Al Falaq dan An Nas).[5]
Adapun
surat-surat Makkiyah adalah selain surat yang telah disebutkan dalam dua
kategori di atas yang berjumlah delapan puluh dua surat. Menanggapi surat-surat
makkiyah ini Al Hashshar kemudian menyatakan dalam salah satu bait nadzhamnya
bahwa, selain surat-surat yang disebutkan di atas berarti termasuk dalam
kategori surat makkiyah.
Dalam pandangan Dr. Subhi Shalih,
jika sefinisi ideal untuk Makki dan Madani adalah definisi berdasrkan waktu.[6]
Maka baik Makki maupun Madani dapat dibagi lagi
ke dalam tiga fase; permulaan, pertengahan dan penutupan.
Surat Makkiyah fase
permulaan adalah; surat Al `Alaq, Al Muddatsr, At Takwir, Al A`la, Al Lail, Asy
Syarh, Al `Adiyat, At Takatsur, dan An Najm. Sedang fase pertengahan Makkiyah
adalah; surat `Abasa, At Tin, Al Qarri`ah, Al Qiyamah, Al Mursalat, Al Balad,
dan Al Hijr. Ada pun fase penutup adalah; surat As Shaffat, Az
Aukhruf, Ad Dakhan, adz dzariyat, Al Kahfi, Ibrahim, dan As Sajdah.[7]
Adapun surat-surat Madaniyah fase permulaan secara berurutan adalah; surat
Al Baqarah, Al Anfal, Ali Imran, Al Ahzab, Al Mumtahanah, An Nisa`, dan Al
Hadid. Fase pertengahan dimulai dengan surat Muhammad, At Thalaq, Al Hasyr, An
Nur, Al Munafikun, Al Mujadilah, dan terakhir surat Al Hujurat. Sedangkan fase
penutupan surat Madaniyah secara berurutan adalah surat At Tahrim, Al Jumu`ah,
Al Maidah, At Taubah, dan An Nashr.[8]
Surat Makki
fase permulaan adalah;
Dilihat dari segi jumlahnya
ayat-ayat makkiyah lebih banyak dibanding dengan ayat madaniyah. Dari ayat-ayat
al-Qur’an yang berjumlah 6.236 itu, ayat-ayat makkiyah berjumlah 4.726 ayat,
sedangkan ayat-ayat madaniyah berjumlah 1.518 ayat. Ini bearti bahwa tiga
perempat dari jumlah ayat-ayat al-Qur’an adalah makkiyah.
C. CIRI
CIRI AYAT MAKKiYAH DAN MADANIYAH
Pada awalnya para ahli tafsir dalam membedakan
antara ayat-ayat yang termasuk Madaniyah dan Makkiyah bersandarkan atas
riwayat-riwayat dan bukti-bukti yang berisikan sejarah tentang surah atau ayat
yang menunjukkan kapan diturunkannya ayat tersebut, apakah sebelum Rasulullah
saw melakukan perjalanan hijrah ataukah sesudah hijrah. Dengan metode
mempelajari riwayat-riwayat dan bukti tersebut, maka para ahli tafsir dapat
mengetahui lebih jauh tentang berbagai surah dan ayat yang termasuk ke dalam
Makkiyah dan Madaniyah serta mampu membedakan antara keduanya.
Setelah pengetahuan tentang hal di atas dapat
mereka kuasai, maka mayoritas mereka beralih kepada ilmu perbandingan antara
ayat-ayat dan surah-surah Makkiyah dan Madaniyah sebagaimana sejarah tentang
keduanya telah mereka ketahui melalui bukti-bukti yang ada. Dengan
memperbandingkan antara keduanya, mereka akan dapat mengetahui ciri-ciri umum
surah dan ayat-ayat Makkiyah serta Madaniyah. Setelah itu, dari perbandingan
ciri-ciri tersebut mereka membandingkan kembali dengan seluruh ayat dan surah
yang belum diketahui waktu diturunkannya dalam riwayat-riwayat dan nas-nas yang
ada. Bila ayat-ayat dan surah-surah itu sesuai dengan ciri-ciri umum yang
dimiliki oleh ayat-ayat atau surah-surah Makkiyah, maka mereka akan dimasukkan
ke dalam kelompok Makkiyah. Dan, sebaliknya bila ayat atau surah itu memiliki
ciri umum yang mendekati ciri umum ayat atau surah Madaniyah, maka is akan
digolongkan ke dalam kelompok Madaniyah.[9]
Di antara ciri-ciri umum dari ayat Makkiyah dan
Madaniyah sebagiannya ada yang berkaitan dengan gaya bahasa dari ayat dan surah
tersebut, seperti: bahwa pendeknya ayat atau surah dan kesamaan gaya bahasa dan
irama adalah termasuk dari salah satu kelompok ayat Makkiyah. Dan, sebagian
yang lainnya berkaitan dengan tema dan isi kandungan teks al-Quran itu,
seperti: bahwasanya ayat yang menceritakan tentang kaum musyrik adalah
ciri-ciri dari surah Makkiyah. Sementara surah yang menceritakan per. bincangan
tentang Ahlulkitab adalah ciri-ciri dari surah Madaniyah.
Berikut ini akan kami sebutkan ciri-ciri dari
gaya bahasa dan tema surah-surah yang termasuk ke dalam kelompok Makkiyah.
1.
Ayat dan
surah-surahnya pendek dan ringkas serta memiliki kesamaan cara penyampaian atau
gaya bahasanya.
2.
Ayat atau
surah-surahnya berisikan seruan tentang dasardasar keimanan kepada Allah SWT,
masalah wahyu, alam gaib, hari akhir, serta gambaran tentang surga dan neraka.
3.
Berisikan tentang
seruan untuk memegang teguh akhldq al-karimah dan istiqamah dalam berbuat
kebaikan.
4.
Berisikan tentang
perlawanan terhadap kaum musyrik dan memberantas cita-cita mereka.
5.
Surah-surahnya
banyak diawali dengan kalimat "wahai manusia" dan tidak menggunakan
kalimat "wahai orangorang yang beriman".
Yang juga perlu
diperhatikan adalah bahwa surah al-Hajj adalah suatu pengecualian karena, pada
ayat-ayatnya, surah itu menggunakan kalimat "wahai orang-orang yang
beriman", padahal ayat ini termasuk ke dalam surah Makkiyah. Ciri-ciri
yang lima itulah yang merupakan ciri-ciri mayoritas yang terdapat dalam surah
Makkiyah.1"
Adapun ciri-ciri
umum surah Madaniyah adalah:
1.
Susunan ayat dan
surah-surahnya panjang.
2.
Bukti-bukti
kebenaran dan dalil-dalil yang dipergunakan lebih mengutamakan
kebenaran-kebenaran agama.
3.
Di dalamnya
berisikan tentang perlawanan terhadap Ahlulkitab dan seruan kepada mereka agar
tidak berlebih lebihan dalam menjalankan syariat agama mereka.
4.
Banyak bercerita
tentang orang-orang munafik dan problema-problema yang disebabkan karena
mereka.
5.
Lebih banyak
mengutarakan tentang sanksi-sanksi, hukum waris, hak dan aturan-aturan politik,
sosial dan negara.
D.
KEGUNAAN
MEMPELAJARI AYAT-AYAT MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Kegunaan
mempelajari tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah itu kaarena sangat
diperlukan dalam menafsirkan Al-Qur`an sebab dengan pengetahuan mengenai waktu
dan tempat turunnya ayat dapat memahami suatu ayat dan menafsirkannya dengan
benar. Nasikh
dan Mansukh didasarkan pada pengetahuan tentang hal ini bila diantara dua ayat
terdapat makna yang kontradiktif, maka yang datang kemudian tentu merupakan nasikh atas yang terdahulu.
Meresapi
gaya bahasa Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan
Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang
dikehendaki oleh situasi merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika. Hal
yang demikian Nampak jelas dalam berbagai cara Qur’an menyeru berbagai
golongan: orang yang beriman, yang musyrik, yang munafik dan Ahli Kitab.
Ada pun
kegunaan mempelajari ayat-ayat Makki dan Madani,
Pertama;
untuk dijadikan alat bantu untuk menafsirkan Al Qur`an, sebab mengetahui
mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan mentafsirkannya
dengan tafsiran yang benar.sekalipun yan menjadi pegangan adalah pengertian
umum lafazd, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang penafsir dapat membedakan
antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh, bila diantara kedua ayat terdapat
makna yang kontradiktif. Yang dating kemudian tentu merupakan nasikh yang
terdahulu.
Kedua; meresapi gaya bahasa Al-Qur`an
dan memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah. Sebab setiap
situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh
situasi merupakan arti paling khusus dalam retoroka. Karakteristik gaya bahasa
Makki dan Madani dalam Al-Qur`an pun memberikan kepada orang yang
mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang
sesuai dengan kejiwaan lawan berbicaara dan menguasai pikiran dan perasaannya
serta menguasai apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan.
Ketiga; kita dapat mengetahui
sejarah Nabi melalui ayat-ayat Qur`an. Sebab turunnya wahyu kepada
Rasulullah SAW sejarah dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik
dalam periode Makkah maupun Madinah. Sejak permulaan turun wahyu hingga ayat
terakhir diturunkan. Qur`an adalah sumber pokok bagi peri hidup Rasulullah SAW,
peri hidup beliau yang diriwayatkan ahli sejarah harus sesuai dengan Qur`an;
dan qur`an pun memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka
riwayatkan.[10]
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Dengan kita mempelajari tentang ULUMUL
QUR`AN, terutama tentang definisi, klasifikasi dan kegunaan
mempelajari surat Makkiyah dan Madaniyah, kita dapat mengetahui sejarah,
dan di mana tempat Al Qur`an itu di turunkan. Dan kita juga bisa tahu di mana
waktu, tempat, dan kapan surat-surat Al Qur`an itu diturunkan.
Kemudian kita juga bisa tahu,
mana-mana suarat-surat yang dinamakan dengan surat Makkiyah dan Madaniyah, atau
yang dinamakan dengan klasifikasi surat Makiyah dan Madaniyah. Kemudian kita
juga bisa bagaimana kegunaan mempelajari surat Makkiyah dan Madaniyah.
DAFTAR PUTAKA
1.
. Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar. Ulumul Qur`an,
Ciputan Jak.Sel.hlm.54.
2.
. M Baqir Hakim Ulumul qur’an, AL-HUDA ,JAKARTA 2006
4. Drs. Rosibon
Anwar M.Ag Ulumul Qur’an,CV pustaka setia,bandung 2000
No comments:
Post a Comment