BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tafsir
Surat al-Baqarah ayat 29
هُوَ الَّذِي
خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ
فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah,
yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui
segala sesuatu.”
1.
Kosa
kata
Kata
استوى pada mulanya bermakana tegak
lurus, tidak bengkok. Selanjutnya, kata itu dipahami secara majasi dalam arti menuju
ke sesuatu dengan cepat dan penuh tekad bagaikan yang berjalan tegak lurus
tidak menoleh kekiri dan kekanan. Makna Allah menuju kelangit aadlah
kehendaknya untuk mewujudkan sesuatu seakan-akan kehendak tersebut serupa
dengan seseorang yang menuju ke sesuatu untuk memwujudkannya dalam bentuk
seagung dan sebaiknya.
Sedangkan kata فسواهن yakni bahwa langit itu dijadikan-Nya dalam
bentuk sebaik mungkin, tanpa sedikit aib atau kekurangan pun seperti
diterangkan dalam surat al-Mulk ayat 3.[1]
2. Penjelasan tafsir
Sayyid Quthub dalam tafsirnya berkomentar tentang ayat ini lebih kurang
sebagai berikut “Banyak sekali uraian para mufassir dan teolog tentang
penciptaan langit dan bumi. Mereka berbicara tentang sebelum penciptaan dan
sesudahnya, juga tentang arti istawa (berkehendak menuju). Mereka lupa
bahwa sebelum dan sesudah adalah dua istilah yang digunakan manusia dan
keduanya tidak menyentuh sisi allah SWT. Mereka juga lupa bahwa kata istawa
adalah istilah kebahasaan yang di sini hanya menggambarkan bagi manusia.
Perdebatan yang terjadi dikalangan teolog muslim menyangkut ungkapan-ungkapan
al-Qur’an itu, tidak lain kecuali salah satu dampak buruk dari sekian dampak
buruk filsafat Yunani dan uraian-uraian tentang ketuhanan dikalangan
orang-orang yahudi dan Nasrani yang bercampur dengan akal Islam yang murni.
Tidaklah wajar bagi kita dewasa ini terjerumus dalam kesalahan tersebut
sehingga memperburuk keindahan akidah Islam dan keindahan al-Qur’an. Pesan ayat
ini adalah bumi diciptakan buat manusia. Dan kata buat manusia perlu digaris
bawahi bahwa Allah menciptakannya agar manusia berperan sebagai khalifah,
berperan aktif dan utama dipentas bumi ini; berperan utama dalam
peristiwa-peristiwanya serta pengembangannya. Dia adalah pengelola bumi dan
pemilik alat, bukan dikelola oleh bumi dan menjadi hamba yang diatur atau
dikuasai oleh alat. Tidak juga tunduk pada perubahan dan perkembangannya yang
dilahirkan oleh ala-alat, sebagaimana diduga bahkan dinyatakan oleh paham
matrealistis”.[2]
Menurut
Syekh Ahmad Musthofa Al-Maraghi makna ayat 29
هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعا (Dialah Tuhan yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu) yaitu dalam memanfaatkan benda-benda di bumi ini dapat ditempuh melalui
salah satu dari dua cara, yaitu:
1) Memanfaatkan
benda-benda itu dalam kehidupan jasadi untuk memberikan potensi pada tubuh atau
kepuasan padanya dalam kehidupan duniawi,
2) Dengan memikirkan dan memperhatikan
benda-benda yang tidak dapat diraih oleh tangan secara langsung, untuk
digunakan sebagai bukti tentang kekuasaan penciptanya dan dijadikan santapan
rohani.
Dengan ayat ini kita mengetahui bahwa pada dasarnya
memanfaatkan segala benda di bumi ini dibolehkan. Tidak seorangpun mempunyai
hak mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah kecuali dengan
izin-Nya.
ثم
استوى إلى السماء (kemudian
Dia menuju langit) yaitu:
Kata
samaa artinya sesuatu yang jauh berada di atas kepala kita. Dan kata Istawaa
berarti langsung menuju tujuan tanpa kecenderungan mengerjakan sesuatu yang
lain di tengah-tengah menciptakannya.
فسواهن
سبع سموات (lalu
menciptakan tujuh langit) yaitu: Allah menyempurnakan penciptaan langit hingga
menjadi tujuh langit.
B.
Tafsir surat al-Mulk ayat 1-4
1.
Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu,
2.
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
3.
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak
melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?
4.
Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu
dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam Keadaan
payah.
Penjelasan
Tafsir
Menurut Prof. Dr. Hamka makna
ayat 1 adalah;
تبارك
الذي بيده الملك (Maha Suci Dia, yang di dalam
tangan-Nya sekalian kerajaan)
Bahwa ayat tersebut mengandung pengertian betapa Tuhan
memberi ingatan kepada manusia dalam kerajaan dan kemegahan dalam dunia ini,
bahwasannya kerajaan yang sebenar kerajaan, kekuasaan yang sebenar kekuasaan
hanya ada dalam tangan Allah.
Segala kerajaan dan kekuasaan yang ada di muka bumi ini,
bagaimanapun manusia mengejarnya atau mempertahankannya bila telah dapat
diperoleh, tidaklah semua itu benar-benar kerajaan (kekuasaan). Bagaimanapun
seorang Raja (Presiden) memerintah dengan segenap kekuatan, kegagahan dan
kadang-kadang kesewenang-wenangan, namun kekuasaan yang seperti demikian
hanyalah pinjaman belaka dari Allah dan tidak ada yang akan kekal dipegangnya
terus.
Naiknya seorang penguasa pun hanyalah karena adanya
pengakuan sedang Allah sebagai Maha Kuasa dan Maha Menentukan, tidaklah Dia
berkuasa karena diangkat. Itulah sebabnya maka mustahil Allah itu beranak,
sebab Allah itu hidup selama-lamanya dan Maha Kuasa untuk selama-lamanya.
وهو على كل شيء قدير (Dan Dia atas tiap-tiap sesuatu
adalah Maha Menentukan)
yaitu:
Sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa, pembagi kekuasaan kepada
sekalian raja dan penguasa di dunia (di seluruh alam ini), baik di bumi atau di
langit, Allah lah yang maha menentukan segala sesuatu. Segala sesuatu adalah
meliputi segala sesuatu, baik yang sangat besar maupun yang sangat kecil.
Dengan menggali rahasia alam, akan mendapat pengetahuan
tentang segala yang dilihat, didengar dan diselidiki, dari yang kecil sampai
kepada yang besar, di waktu mendapatkannya itulah kita akan lebih faham apa
arti yang sebenarnya dari pada kata takdir.
Menurut Prof. Dr. Hamka makna
ayat 2 adalah;
الذي
خلق الموت والحياة (Dan Dia yang menciptakan maut dan
hidup) yaitu:
Bahwa Allah-lah yang menciptakan
mati dan hidup. Tujuan dari ayat tersebut memberi peringatan kepada manusia,
bahwa hidup ini tidaklah berhenti di dunia ini saja. Ini adalah peringatan
kepada manusia agar mereka ingat akan mati di samping dia terpesona oleh hidup.
ليبلوكم أيكم أحسن عملا (karena Dia
akan menguji kamu, manakah di antara kamu yang terlebih baik amalannya.) yaitu:
Maka di antara hidup dan mati itulah kita mempertinggi mutu
amalan diri, berbuat amalan yang bermutu dan lebih baik. Tegasnya di sini
dijelaskan bahwa yang dikehendaki Allah dari kita adalah ahsanu’amalan,
amalan yang terlebih baik, biar pun sedikit, oleh karena itu janganlah beramal
hanya karena mengharapkan kuantitas, tetapi beramallah yang bermutu tinggi
walaupun berkualitas.
وهو العزيز الغفور (Dan Dia adalah
Maha Perkasa dan Maha Pengampun) yaitu:
Dengan menonjolkan terlebih dahulu sifat Allah yang bernama
Al-Aziz, Yang Maha Perkasa dijelaskan bahwa Allah tidak boleh dipermainkan. Di
hadapan Allah tidak boleh beramal separo atau ragu-ragu, melainkan dikerjakan
dengan sungguh-sungguh, hati-hati dan penuh disiplin. Karena kalau tidak
demikian, Tuhan akan murka. Tetapi Tuhan pun memiliki sifat Al-Ghofur, Maha
Pengampun atas hamba-Nya yang tidak dengan sengaja melanggar perintah Tuhan,
dan berniat hendak berbuat amalan yang lebih baik, tetapi tidak mempunyai
tenaga yang cukup buat mencapai yang lebih baik itu.[3]
Menurut
M. Quraish Shihab ayat 3-4 adalah;
سبع سموات (tujuh langit) yang dipahami oleh
ulama adalah dalam arti planet-planet yang mengitari tata surya –selain bumi-
karena itulah yang dapat terjangkau oleh pandangan mata serta pengetahuan
manusia, paling tidak saat turunnya al-Qur’an. Ayat diatas dapat dipahami lebih
umum dari itu karena angka tujuh dapat merupakan angka yang menggantikan kata
banyak.
Kata طباقا dapat dipahami sebagai bentuk jamak dari طبق yang berarti
adanya persamaan antara yang satu dengan yang lain, dan dapat juga merupakan
mashdar/infinitife noun sehingga bermakna sangat sesuai. Jika dipahami
dengan bentuk jamak maka dapat diartikan ketujuh langit itu memiliki persamaan,
antara lain bahwa ketujuhnya bergerak dan beredar secara sangat serasi sehingga
tidak terjadi tabrakan antara satu dan yang lain.
Jika dipahami dengan makna sangat sesuai ia dapat
dipahami dalam arti bersusun seperti kue lapis, tidak ada salah satu lapisannya
yang lebih panjang atau lebih lebar dari yang lain. Al-Biqa’i yang menganut
paham ini menyatakan bahwa keadaan ketujuh langit seperti itu tidak dapat
terjadi kecuali jika bumi ini bulat dan langit dunia mengitarinya bagaikan
kulit telur mengitari telur dari seluruh seginya, dan langit kedua mengitari
langit dunia demikian seterusnya.[4]
Kata تفاوت awal mulanya berarti kejauhan. Dua hal yang berjauhan
mengesankan ketidakserasian. Dari sini kata tersebut diartikan tidak serasi
atau tidak seimbang. Bahwa Allah menciptakan langit bahkan seluruh makhluk
dalam keadaan seimbang sebagai rahmat.
Kata كرتين adalah bentuk dau dari
kata كرة
yakni kali. Jadi kata karrataini adalah dua kali. Al-Qur’an menggunakan kata مرة yang
bentuk dua sering kali yang dimaksud adalah dua kali bukan berkali-kali. Itu
agaknya mengapa bukan kata مرتين yang digunakan, yakni karena yang dimaksud bukan sekedar dua
kali. Sementara itu sebagian ulama memahaminya dua kali, sekali untuk melihat
keindahannya dan kali kedua untuk melihat keserasian dan konsistensi
peredarannya.[5]
C.
Tafsir Surat al-A’raf Ayat 54
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang
telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas
'Arsy[6].
Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam”.
1.
Kosa
kata
Kata
الرب berarti tuhan, pemilik,
pengendali dan pendidik. Sedangkan kata الاله adalah sesembahan yang diseru supaya
menghilangkan bahaya atau mendatangkan keuntungan dan yang didekati dengan
ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang diharapkan dapat menjadikan-Nya
rela. Sedang Allah adalah nama dari pencipta makhluk seluruhnya, dan oleh
penganut agama tauhid tidak diakui tuhan selain Dia. Demikian pula kebanyakan
orang musyrik mengatakan bahwa Allah itu tuhan terbesar atau pemimpin
Tuhan-tuhan atau dewa yang paling agung.
Kata السموات والارض
yang dimaksud ialah alam atas dan alam bawah.
Kata اليوم
yang dimaksud ialah waktu yang istimewa, lain dari pada yang lain,
karena peristiwa yang terjadi padanya, seperti halnya keistimewaan hari yang
lazim kita kenal dengan adanya terang, gelap dan seperti keistimewaan hari yang
dimiliki bangsa Arab, karena terjadi perang dan permusuhan padanya.
Kata العرش menurut bahasa ialah setiap sesuatu yang
beratap. Dan dapat pula diartikan tandu untuk wanita yang menyerupai junjung
anggur. Juga diartikan balai-balai raja dan kursinya di tempat dia
mengendalikan pemerintahan.
Kata الاستواء ialah kelurusan dan keseimbangan sesuatu.
Kata حثيثا ialah cepat, yakni seperti kata orang farasan hatsisas-sairi,
yang artinya kuda yang cepat larinya.
Kata بامره bermakna dengan pengendalian dan
pengturannya. Kata مسخرات bermakna dihinakan dan
tunduk kepada pengendalian-Nya serta patuh pada kehendak-Nya.
Kata الخلق bermakna penentuan hokum. Sedang yang
dimaksud disini ialah pengadaan menurut ukuran. Kata تبارك
الله bermakna maha besar berkah-berkah Allah.
Sedang berkah itu sendiri artinya kebaikan yang banyak lagi langgeng.
2. Penjelasan tafsir
Menurut Sayyid Quthb makna surat al-A’raf ayat 54 yaitu
Akidah tauhid Islam tidak meninggalkan satu pun lapangan bagi manusia untuk
merenungkan zat Allah Yang Maha Suci dan bagaimana ia berbuat, maka, Allah itu
Maha Suci, tidak ada lapangan bagi manusia untuk menggambarkan dan melukiskan
zat Allah.
Adapun enam hari saat Allah menciptakan langit dan bumi,
juga merupakan perkara ghaib yang tidak ada seorang makhlukpun menyaksikannya.
Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan segala kebesaran-Nya, yang
menguasai alam ini mengaturnya dengan perintah-Nya, mengendalikannya dengan
kekuasaan-Nya. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat
dalam putaran yang abadi ini yaitu putaran malam mengikuti siang dalam
peredaran planet ini.
Dia menciptakan matahari, bulan dan bintang, yang semuanya
tunduk kepada perintah-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pencipta, Pelindung,
Pengendali dan Pengatur. Dia adalah Tuhan kalian yang memelihara kalian dengan
manhaj-Nya, mempersatukan kalian dengan peraturan-Nya, membuat syariat bagi
kalian dengan izin-Nya dan memutuskan perkara kalian dengan hukum-Nya. Dialah
yang berhak menciptakan dan memerintah.
Inilah persoalan yang menjadi sasaran pemaparan ini yaitu
persoalan uluhiah, rububiyah dan hakimiyah, serta manunggalnya Allah SWT. Pada
semuanya ini ia juga merupakan persoalan ubudiyah manusia di dalam syariat
hidup mereka. Maka, ini pulalah tema yang dihadapkan konteks surat ini yang
tercermin dalam masalah pakaian sebagaimana yang dihadapi surat Al-An’am dalam
masalah binatang ternak, tanaman,nazar-nazar dan syiar-syiar.[7]
D.
Tafsir surat Ali Imran ayat 190
žcÎ) ’Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í‘$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy ’Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ
"Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,"
Asbabub nuzul
surat Ali Imron ayat 190
Diriwayatkan
oleh At-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa orang
Quraisy datang kepada orang Yahudi untuk bertanya: “Mukjizat apa yang dibawa
Musa kepada kalian?”. Mereka menjawab: “Tongkat dan tangannya terlihat putih
bercahaya”. Kemudian mereka bertanya kepada kaum Nashara: “Mukjizat apa yang
dibawa Isa kepada kalian?”. Mereka menjawab: “Ia dapat menyembuhkan orang buta
sejak lahir hingga dapat melihat, menyembuhkan orang berpenyakit sopak dan
menghidupkan orang mati”. Kemudian mereka menghadap Nabi Saw dan berkata: “Hai
Muhammad, coba berdoalah engkau kepada Tuhanmu agar gunung Shafa ini dijadikan
emas”. Lalu Rasulullah Saw berdoa. Maka turunlah ayat tersebut di atas sebagai
petunjuk untuk memperhatikan apa yang telah ada yang akan lebih besar
manfaatnya bagi orang yang menggunakan akalnya.
Penjelasan
tafsir
Pada
ayat diatas terdapat kata اولى الالباب yakni orang-orang yang mau menggunakan
pikirannya, mengambil faedah darinya, mengambil hidayah darinya, menggambarkan
keagungan Allah dan mau mengingat hikmah akal dan keutamaannya, disamping
keagungan karunia-Nya dalam segala sikap dan perbuatan mereka, sehingga mereka bisa
berdiri, duduk, berjalan dan sebagainya.[8]
Ayat
ini merupakan awal ayat-ayat penutup surat Ali Imran dimana pada ayat ini Allah
SWT memerintahkan untuk melihat, merenung dan mengambil kesimpulan pada
tanda-tanda ke-Tuhanan. Karena tidak mungkin tanda-tanda tersebut ada kecuali
diciptakan oleh yang hidup, yang suci, yang menyelamatkan, yang maha kaya dan
tidak membutuhkan apa pun yang ada di alam semesta ini.[9]
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa kontek al-Quran
disini menggambarkan secara cermat tahap-tahap getaran jiwa yang
ditumbuhkan oleh tatapan terhadap pemandangan langit dan bumi serta pergantian malam
dan siang didalam perasan ulul albab. Menjadikan kitab alam yang terbuka ini
sebagai kitab penngetahuan bagi manusia dengan Tuhan dan ciptaannya.
Kontek ini juga menggabungkan antara perenungan makhluk
ciptaan tuhan dan ibadah kepadaNya, sehingga perenungan ini bernilai ibadah dan
menjadikanya sebagai bagian dari manifestasi dzikir . Penggabungan tersebut
mengisyaratkan dua hal penting yaitu:
- Perenungan tentang ciptaan Tuhan, pencermatan terhadap tangan Allah Yang Maha Pencipta, ketika menggerakkan alam ini dan lembarankitab ini merupakan ibadah yang sejati kepada Alah dan dzikir yang utama kepadanya.
- Bahwa ayat-ayat Allah di alam ini tidak akan terlihat jelas sesuai hakikatnya yang sarat inspirasi, kecuali oleh hati ynag senantiasa beribadah dan berdzikir.[10]
E.
Tafsir surat Ibrahim ayat 32-34
ª!$# “Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur tAt“Rr&ur šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ylt÷zr'sù ¾ÏmÎ/ z`ÏB ÏNºtyJ¨V9$# $]%ø—Í‘ öNä3©9 (
t¤‚y™ur ãNä3s9 šù=àÿø9$# y“ÌôftGÏ9 ’Îû Ìóst7ø9$# ¾ÍnÌøBr'Î/ (
t¤‚y™ur ãNä3s9 t»yg÷RF{$# ÇÌËÈ t¤‚y™ur ãNä3s9 }§ôJ¤±9$# tyJs)ø9$#ur Èû÷üt7ͬ!#yŠ (
t¤‚y™ur ãNä3s9 Ÿ@ø‹©9$# u‘$pk¨]9$#ur ÇÌÌÈ Nä39s?#uäur `ÏiB Èe@à2 $tB çnqßJçGø9r'y™ 4
bÎ)ur (#r‘‰ãès? |MyJ÷èÏR «!$# Ÿw !$ydqÝÁøtéB 3
žcÎ) z`»|¡SM}$# ×Pqè=sàs9 Ö‘$¤ÿŸ2 ÇÌÍÈ
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan
bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air
hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan
bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan
Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan
(pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya);
dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu
(keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya
manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”
1.
Kosa
kata
Kata
السماء bermakna awan, dan setiap yang
berada di atas manusia serta memberikan naungan padanya disebut سماء .
Kata الرزق bermakna segala sesuatu yang dimanfaatkan.
Kata التسخير bermakna memudahkan dan menyiapkan.
Kata
الفلك bermakna
bahtera-bahtera. Kata داءبين bermakna kedua
senantiasa bergerak, tidak pernah berhenti. Kata اتكم bermakna dia memberi kalian.
Kata لاتحصوها bermakna kalian tidak
mampu menghitungnya. الاحصاء berarti menghitung dengan batu kecil, dahulu orang-orang Arab mengitung
dengan jari-jemari.
Kata ظلوم bermakna sangat
menganiaya dirinya sendiri dengan tidak mau mensyukuri nikmat. Kata كفار bermakna amat kufur dan ingkar
terhadap nikmat.
2.
Penjelasan
tafsir
الله الذي خلق السموات والأرض
Maksudnya Allah telah menciptakan langit dan bumi bagi
kalian. Keduanya lebih besar daripad kalian dan terdapat banyak manfaat baik
yang diketahui atau tidak.
وانزل من السماء ماء فأخرج به من الثمرات رزقا لكم
Dia telah menurunkan air hujan dari
langit, lalu dengan air hujan itu Dia menumbuhkan pohon-pohonan dan tumbuh-tumbuhan
sehingga memberikan buah-buahan kepada kalian sebagai rezeki yang kalian makan
dan menjadikan hidup.
وسخر لكم
الفلك لتجري في البحر بأمره
Dia menundukkan bahtera bagi
kalianseperti menjadikan kalian mampu membuatnya, menjadikannya mengapung dipermukaan
air, dan berlayar diatas lautan dengan perintah Allah.
وسخر لكم
الانهار
Dia menundukkan sungai-sungai bagi
kalian yang membelah bumi dari satu belahan ke belahan bumi lain agar kalian
memanfaatkannya untuk minum dan membuat saluran-saluran guna menyirami tanaman,
taman dan lain sebaginya.
وسخر لكم
الشمس والقمر دائبين
Dia menundukkan bagi kalian matahari
dan bulan untuk selalu bergerak tanpa berhenti hingga berakhirnya umur dunia.
وسخر لكم
اليل والنهار
Dia menundukkan bagi kalian malam
dan siang yang saling mengikuti. Siang untuk berusaha mencari penghidupan
sedang malam untuk beristirahat.
وأتكم من كل
ما سألتموه
Dan Allah telah menyediakan bagi
kalian segala apa yang kalian perlukan dalam seluruh keadaan kalian, dari
segala yang berhak untuk kalian mohon, baik kalian memohonnya atau tidak
memohonnya kepada Allah. Karena, Allah telah meletakkan didalam dunia ini
berbagia manfaat yang tidak diketahui manusia, tetapi disediakan bagi manusia.
Sehingga tidak seorang pun dari umat terdahulu memohon kepada Allah agar diberi
kapal terbang, magnet dan listrik.
وان تعدوا
نعمت الله لاتحصوها
Kalian tidak akan mampu menghitung
macam-macam nikmat Allah apalagi mensyukurinya. Imam Syafi’I berkata “segala
puji bagi Allah yang nikmat-Nya tidak terbayar oleh syukur, kecuali nikmat baru
yang menuntut penerimaannya untuk mensyukuri.”
ان الانسان
لظلموم كفار
Sesungguhnya manusia yang mengganti
nikmat Allah dengan kekufuran benar-benar telah bersyukur kepada selain Tuhan
yang melimpahkan nikmat kepadanya. Dengan demikian dia telah meletakkan syukur
bukan pada tempatnya. Allah lah yang telah melimpahkan nikmat kepadanya dan Dia
lah yang berhak menerima ibadah yang ikhlas. Namun manusia beribadah kepada
selain-Nya dan menjadikan sekutu bagi-Nya.[11]
[1] Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian al-Qur’an, M.
Quraish Shihab, Jakarta, Lentera hati 2002.
[4] Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian al-Qur’an, M.
Quraish Shihab, Jakarta, Lentera hati 2002
[6] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat
Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya.
[9] Al-Qurthubi, Syaikh Imam, Tafsir Al Qurthubi,
Al Jami’ Li Ahkam Al Quran, Pustaka Azzam, Jakarta 2008
[11] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi,
Toha Putra Semarang, 1994