BAB II
PEMBAHASAN
A.
Aspek Landasan
Pendidikan Islam
Prof. Dr. H. M. Said mengistilahkan dasar pendidikan sebagai
pondasi yang merupakan titik tolak dari mana dan bagaimana pendidikan itu
dilaksanakan. Pendidikan Islam merupakan konsepsi yang datang dari Allah SWT
yang bertujuan untuk mendidik manusia sesuai dengan fitrah kemanusiaannya.
Dengan demikian diharapkan agar mereka dapat hidup di dunia ini dengan baik dan
demikian pula di akhirat kelak.
Konsep pendidikan inni telah dilaksanakan sendiri oleh Rasulullah
SAW dalam membina para sahabat beliau sehingga menjadi manusia-manusia pilihan
yang berguna bagi agama dan seluruh umat manusia. Dalam membicarakan dasar
pendidikan Islam ini pembahasan dibagi menjadi dua bagian yaitu dasar yang
bersifat perennial dan dasar yang bersifat rasional.
1.
Dasar perennial
(wahyu)
Risalah yang disampaikan Rasulullah SAW kepada umat manusia berupa
al-Qur’an dan al-Sunnah adalah sebagai dasar dan sumber pendidikan Islam.
Sebagai dasar keduanya dianggap sebagai dalil atau teori dalam pelaksanaan
pendidikan Islam, sehingga merupakan landasan pendidikan Islam yang tidak goyah
oleh goncangan situasi dan kondisi perubahan zaman. Sedangkan sebagai sumber
berarti keduanya merupakan dalil atau teori yang bisa dikembangkan dan ditelaah
secara ilmiah, dalam arti bahwa al-Qur’an dan al-Sunnah memiliki makna atau
tafsir yang konstekstual dinamis.
a). al-Qur’an. Al-Qur’an adalah firman Allah berupa wahyu yang
disampaikan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril.
Al-Qur’an sebagai dasar atau landasan pendidikan Islam dijelaskan oleh Allah
SWT dalam firmannya
y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu‘ ¡
Ïm‹Ïù ¡
“W‰èd z`ŠÉ)FßJù=Ïj9 ÇËÈ
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”
b). al-Sunnah. Al-Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan ataupun
pengakuan Rasulullah SAW sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para
muhadditsin. Ketiga dimensi al-Sunnah (perkataan, perbuatan dan persetujuan)
menggambarkan tingkah laku Rasulullah selaku guru pertama dalam Islam. Beliau
bukan hanya seorang yang bersifat teoritis tetapi juga praktis.
2.
Dasar Rasional
(ijtihad)
Dasar ini didapatkan melalui usaha dari manusia melalui fikiran
ataupun innderanya, karena hal ini banyak berhubungan dengan kebudayaan manusia
yang selalu berkembang.
Dalam pendidikan Islam, walaupun usaha tersebut merupakan pemahaman
manusia tetapi masih tidak lepas dari kendali wahyu, usaha tersebut dikenal
dengan ijtihad. Ijtihad adalah istialh para fuqaha yang maksudnya berfikir
dengan menggunakan seluruh ilmu untuk menetapkan suatu hokum terhadap hal-hal
yang belum jelas hukumnya dari al-Qur’an dan al-Sunnah.
B.
Aspek
Operasional Pendidikan Islam
Diskusi mengenai pusat pendidikan
pada dasarnya merupakan pembicaraan yang bersangkutan dengan pertanggung
jawaban terhadap pendidikan anak. Pada kenyataannya masalah pendidikan memang
merupakan masalah yang tidak terselesaikan. Dan begitu pula sebaliknya banyak
pula anak-anak merasa tidak atau kurang mendapat pendidikan yang diharapkan dari
orang tua mereka.
Sehubungan
dengan masalah tersebut, timbul pertanyaan yang menyangkut siapakah yang
sebenarnya harus bertanggung jawab yang secara imperative merupakan hal yang
wajar atau sebagai keharusan, bukan tanggung jawab yang dipaksakan.
Pada umumnya para ahli pendidikan yang membagi lingkungan
pendidikan menjadi tiga, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
lingkungan masyarakat. Tapi untuk kondisi dan situasi sekarang, pembatasan
tersebut perlu dikaji ulang. Secara lebih luas, Tohari Musnamar mengemukakan
lima pusat atau panca pusat pendidikan. Kelima pusat dimaksud, adalah sebagai
berikut: keluarga, pergurguruan (termasuk madrasah dan pondok pesantren), rumah
ibadah, masyarakat, dan media massa
Dalam pendidikan Islam, lembaga pendidikan formal lazim dikenal
dengan madrasah yang mempunyai persyaratan sebagaimana sekolah dengan berbagai
karakteristiknya. Karakteristik lembaga pendidikan formal telah diuraikan oleh
Drs. Sanapiah Faisal yang dikutip dari pendapat G Poulston pada “Planning Non-Formal
Education Alternatif” 1971 yaitu:
-
Tatanan
struktur kuat dan jelas. Perangkat, unit dan hirarki tertata rapi dan mempunyai
hubungan fungsional antara yang satu dengan yang lain.
-
Konten atau
kandungannya bersifat akademik, abstrak dengan orientasi berskala nasional.
-
Waktu
pelaksanaannya berorientasi jangka panjang dan masa depan dengan urutan
programnya berlangsung ketat dan kaku
-
Tempat
pendidikannya ditentukan pada lokasi tertentu
-
Pengendaliannya
lebih terkoordinasi, umumnya ditangani oleh birokrasi nasional, regional atau
keagamaan dengan posisi pengendalian dari atas
-
Fungsinya
ditekankan pada sosiolisasi, enkulturasi dan memperpanjang masa belajar secara
formal
-
Metode
penyampaian yang digunakan luwes, kurang inovatif dan harus menyesuaikan dengan
kebijaknasaan atasan
Perguruaan
sebagai wadah anak melatih sosialisasi diri secara formal, diperkenalkan dengan
peraturan-peraturan, tata pergaulan, tuntunan dan tantangan belajar yang harus
dijawabnya. Fungsi pemberian pendidikan, memang bukan sepenuhnya dan memang
tidak mungkian diserahkan sepenuhnya kepada lembaga perguruan. Sebab pengalaman
belajar, pada dasarnya bias diperoleh sepanjang hidup manusia, kapanpun dan
dimanapun, termasuk juga dilingkungan keluarga dan masyarakat itu sendiri.
Mengenai arti pentingnya perguruan
sebagai pusat pendidikan secara garis besar adalah sebagai berikut :
a)
Perguruan
merupakan wadah pertama anak melatih sosialisasi diri secara formal,
diperkenalkan dengan peraturan-peraturan, tata pergaulan, tuntutan dan
tantangan belajar yang harus dijawabnya.
b)
Pada perguruan
terdapat guru yang telah memperoleh pendidikan dan latihan professional dalam
bidangnya. Profesionalitas guru inilah yang menjadikan perguruan lebih bermakna
Oleh karena itu tidak semua tugas
pendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam lingkungan keluarga terutama
menyangkut ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampial. Orang tua mengirim
anak keperguruan. Dengan demikian, sebenarnya pedidikan di perguruan adalah
bagian dari pendidikan dalam keluarga. Disamping itu kehidupan di sekolah
merupakan jembatan bagi anak yang menghubungkan hubungan dalam keluarga dengan
kehidupan dalam masyarakat.
C.
Problem
Landasan Pendidikan Islam Dalam Operasionalnya
Konsep dasar pendidikan nasional di Indonesia, sebagaimana
diketahui adalah tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang salah
satu pointnya menyatakan sebagai berikut:
Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk
meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, ketrampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat
kebangsaan, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan
bangsa.
Berdasarkan kutipan tersebut jelaslah sebagaimana pendidikan yang
lain di Indonesia, konsep dasar pendidikan madrasah berkaitan dengan upaya
untuk mewujudkan segi-segi ketaqwaan, kecerdasan, ketrampilan, budi pekerti dan
semangat kebangsaan pada diri anak, yang kesemuanya itu diarahkan untuk
kepentingan pembangunan di tanah air kita.
Keinginan tersebut juga dilatarbelakangi oleh pengalaman histori
yang lain. Selama ratusan tahun dijajah oleh Belanda. Melihat kenyataan
tersebut, kelompok pembaharuan Islam di Indonesia, setelah mendapatkan
inspirasi atau pengaruh dari gerakan pembaharuan di Timur Tengah, akhirnya
merumuskan khittah baru dalam bidang pendidikan. Caranya menggabungkan system
dan isi pendidikan dari pesantren dan sekolah umum kemudian mereka mengambil
segi-segi positifnya dan menciptakan model baru dalam lembaga pendidikan yaitu
madrasah.
Dalam garis besar, problem yang sekarang ini banyak terjadi di
madrasah adalah soal tenaga, biaya dan lingkungan. Tentang tenaga intinya
menyangkut dua hal, yaitu kemampuan professional dan sikap mental.
Dalam keprofesionalan, banyak diantara pendidik yang masih jauh
belum memenuhi persyaratan untuk terjun atau diterjunkan dalam kependidikan.
Kelemahan ini bisa diatasi kalau saja tersedia biaya yang cukup, misalnya untuk
menyelenggarakan atau mengikutsertakan mereka pada program penataran, kursus
profesi dan semacamnya.
Sikap mental seseorang akhirnya juga berpengaruh terhadap
kesungguhan dan cara kerjanya. Karena sikap mental lemah, seseorang bisa
melakukan tugas semaunya saja, tidak serius, tidak disiplin, tidak mau berusaha
meningkatkan diri dan lain-lain. Serta sikap kurang jujur dapat mengarahkan
kepada penyelewengan, penyalah gunaan kesempatan dan semacamnya.
Problem selanjutnya adalah dalam biaya. Secara jujur mesti diakui
bahwa dunia madrasah pada umumnya lemah dalam bidang biaya. Padahal dengan
tersedianya biaya yang memadai, segala sesuatu bisa diatur, artinya
ditingkatkan kuantitas maupun kualitasnya. Sementara, soal biaya ini berkaitan
dengan sikap mental manusianya, masyarakat dan akhirnya lingkungan secara
keseluruhan. Misalnya, berbeda dengan masa-masu lalu, kaum muslimin sekarang
relative menurun gairah untuk beramal demi kepentingan agamanya.
Lingkungan, juga bisa mempengaruhi sikap dan cara anak didik
menghadapi kewajiban studinya sehari-hari, termasuk anak didik madrasah. Mereka
belajar, jauh-jauh sudah disertai niat yang kuat untuk mencapai ijazah. Ijazah
perlu diraih dengan nilai sebaik-baik mungkin. Untuk memperoleh nilai baik,
berbagai macam cara pun dilalui, dari yang jujur sampai dengan yang paling
curang. Karena jengkel melihat atau mendengar kasus semacam ini, Ivan D. Illich
sampai berpendapat lebih baik lembaga pendidikan formal dibubarkan saja.
DAFTAR
PUSTAKA
Imam Bawani, Segi-Segi Pendidikan Islam, al-Ikhlas,
Surabaya: 1987,
Zakiah Dradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, PT Bumi Aksara,
Jakarta: 2008
Burhanuddin
Abdullah, Pendidikan Islam Sebagai Sebuah Disiplin Ilmu, Pustaka Prisma,
Yogyakarta: 2010
No comments:
Post a Comment